web page hit counter
Senin, 25 November 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Perlukah Saya Didoakan dan Mendoakan?

5/5 - (2 votes)

HIDUPKATOLIK.COM SAYA ingin memulai dengan dua pertanyaan awal. Pertama, ketika saya berdoa Rosario, sebenarnya saya berdoa kepada siapa, Allah atau Bunda Maria? Pertanyaan ini saya dapatkan dari seorang bapak yang hadir dalam kegiatan Rosario Jumatan yang saya adakan secara online.

Tentu saja kita berdoa kepada Allah, kita menyampaikan doa dan harapan kepada Allah, melalui perantaraan Bunda Maria. Bagaimana pun juga Maria adalah manusia, yang memang kita hormati secara khusus sebagai Bunda Allah karena ia yang melahirkan Yesus, yang notabene adalah Allah sendiri.

Lalu jawaban itu berlanjut dengan pertanyaan berikut, kalau begitu kita memohon kepada Allah Bapa atau Allah Putra atau Allah Roh Kudus? Kepada Allah Tritunggal. Sebagai umat Katolik, kita mengimani Allah Tritunggal MahaKudus, Allah Bapa, Allah Putra dan Allah Roh Kudus. Kita tidak dapat memisahkannya karena Allah Tritunggal adalah Allah Yang Esa.

Singkatnya, melalui doa Rosario sebenarnya kita meminta bantuan Bunda Maria untuk mendoakan kita agar Allah berkenan mengabulkan apa yang kita doakan. Artinya, saya merasa perlu untuk didoakan oleh Bunda Maria.

Pertanyaan kedua, mengapa suster mendoakan banyak orang? Bukankah itu tidak ada gunanya kalau orang tersebut tidak berdoa sendiri? Pertanyaan ini saya dapatkan dari seorang pemudi dalam sebuah pertemuan. Jawaban saya pada saat itu, jika orang itu tidak berdoa, maka saya yang akan memohon pada Allah agar Roh Kudus menggerakkan hatinya untuk berdoa.

Baca Juga:  Keuskupan Sibolga dari Sinode ke Sinode, Terus Bertumbuh dan Berakar

Jika orang itu sudah berdoa, apa salahnya saya ikut mendoakannya agar permohonannya terkabul. Dengan begitu saya mendukungnya secara spiritual. Selain itu, mendoakan orang lain adalah bagian dari pemberian diri yang saya lakukan karena dengan berdoa, berarti saya memberikan waktu dalam hidup saya untuk orang tersebut. Walaupun bukan melalui perjumpaan secara langsung, tapi tetap ada pemberian diri dan waktu.

Merenungkan Dua Pertanyaan

Dari dua pertanyaan tersebut di atas menjadi permenungan sendiri bagi saya. Benang merah yang saya dapatkan dari dua pertanyaan tersebut adalah tentang didoakan dan mendoakan, perlukah?

Permenungan pertama: Peristiwa mukjizat yang dilakukan Yesus di Kana, tidak terlepas dari peranan Bunda Maria. Ya, karena Bunda Maria sendirilah yang menyampaikan pada Yesus persoalan yang saat itu dihadapi keluarga mempelai (bdk. Yohanes 2:3). Tentu saja secara implisit tersirat bahwa Maria menjadi perantara antara keluarga mempelai dengan Yesus. Pada akhirnya Yesus mengabulkan apa yang diminta Maria dan terjadilah mukjizat itu, air menjadi anggur (Bdk. Yohanes 2:11). Dari peristiwa ini tentu bisa membantu menjawab pertanyaan pertama. Ketika kita berdoa Rosario, kita menghormati Bunda Maria dan mengakui peranannya sebagai Bunda Allah. Kita sedang minta didoakan oleh Bunda Maria agar Tuhan berkenan mengabulkan permohonan kita atau juga menyampaikan rasa syukur.

Baca Juga:  Buah-buah Sinode III Keuskupan Sibolga Harus Menjadi Milik Seluruh Umat

Permenungan kedua: Kisah lainnya yang bisa menjadi permenungan adalah kisah hidup Santo Agustinus Hippo. Agustinus pada mulanya seorang manikeanisme (tidak percaya adanya Tuhan dan mengagungkan rasionalisme) dan beberapa tulisan juga menyebutkan bahwa kehidupannya bisa dikatakan jauh dari aturan norma dan moral. Berkat ketekunan Monika (ibunya) yang selalu mendoakannya, pada akhirnya Agustinus mengalami pertobatan, dibaptis, menjalani hidup saleh, menentang bidaah hingga akhirnya menjadi seorang Uskup. Ia menghabiskan sisa hidupnya untuk mencintai Tuhan dan membawa orang lain untuk juga mencintai Tuhan. Kini keduanya (Agustinus dan Monika) menjadi orang kudus. Dari peristiwa Agustinus dan Monika terjawab pertanyaan, apa gunanya mendoakan orang lain.

Permenungan ketiga: Peristiwa lain yang juga bisa kita renungkan adalah momen ketika seseorang mengalami sakit. Dalam keterbatasan, bisa saja seseorang yang sedang sakit mengalami kesulitan dalam hal makan, minum atau melakukan aktivitas lainnya. Ia membutuhkan bantuan orang lain untuk melakukan sesuatu, bahkan terkadang untuk hal sederhana. Kita pun akan tergerak hati untuk menolong orang yang sedang sakit. Begitu pula dengan orang yang tidak mau atau tidak pernah berdoa, tidak tahu bagaimana berdoa atau mungkin tidak memiliki banyak waktu untuk berdoa karena berbagai alasan. Maka bisa saja hati kita tergerak untuk mendoakan mereka.

Baca Juga:  Uskup Agung Palembang: Banyak Intelektual Katolik, Hanya Sedikit yang Mau Berproses

Permenungan keempat: Kita tahu bahwa Gereja adalah Tubuh Mistik Kristus, artinya kita semua adalah anggota tubuh dan Kristus sendiri sebagai kepalanya. Jika kaki merasa gatal, maka tangan akan menggaruk. Begitu pula dengan kehidupan kita sebagai sesama anggota Gereja, tentu kita tidak akan membiarkan orang lain berada dalam kesulitan. Sebisa mungkin kita akan menolong, entah lewat suatu aksi perbuatan atau lewat doa. Maka mendoakan orang lain juga merupakan wujud kepedulian kepada sesama.

Dalam kehidupan kita perlu ditolong dan menolong, tidak berbeda dengan hal didoakan dan mendoakan. Bahkan seorang religius yang hidup di dalam biara yang kegiatan rutin sehari-harinya berdoa (baca : mendoakan) juga masih membutuhkan dukungan doa dari orang lain (baca : didoakan). Maka tidak heran jika Gereja Katolik secara khusus mendoakan para imam dan kaum biarawan-biarawati setiap Sabtu pertama dalam bulan. Sedangkan bagi awam, bukan saja perlu untuk didoakan, melainkan juga perlu untuk mendoakan. Maka jawaban dari dua pertanyaan di atas adalah sebagai manusia apalagi sebagai anggota Gereja, kita perlu untuk didoakan dan mendoakan.***

Sr. Bene Xavier dari Wina Austria

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles