web page hit counter
Sabtu, 21 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Depresi: Kurang Iman?

5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.COM – SAYA rasa saya perlu memperkenalkan diri saya untuk tulisan ini: saya Anna Maria, lebih dikenal dengan panggilan Rene. Perlu saya tekankan bahwa saya adalah seorang Katolik, saya tidak pernah bolos brevir (ibadat harian), saya aktif berkarya di bidang religi, saya sedang mengemban pendidikan di perguruan tinggi yang dikenal sebagai ‘sarang para biarawan’ — dengan demikian, saya melabeli diri saya sebagai seorang Katolik yang cukup taat dan beriman; namun saya menderita gangguan mental.

Ketika saya berumur 14 tahun, psikiater mendiagnosa saya menderita depresi dan PTSD (post-traumatic stress disorder) pasca saya mengalami pelecehan seksual. Gangguan kesehatan mental yang saya miliki amat memengaruhi aspek kehidupan saya dalam segala hal, dan sangat disayangkan bahwa saya dibesarkan di keluarga yang tidak paham akan kesehatan mental.

Baca Juga:  Rayakan 50 Tahun Imamat, Mgr. Petrus Turang: Selama Ada Kelekatan Diri Sendiri, Kita Akan Mengalami Kekecewaan

“Kamu kurang beriman.”

“Kamu enggak pernah doa.”

Berikut kata-kata yang sering dilontarkan oleh ibu saya.

Saya yakin malaikat pun melongo mendengar perkataan ibu saya. Nyatanya tiap malam saya bergaung kepada surga yang mendengar, Tuhan pun tahu segala rasa pedih yang tak kunjung pudar.

Saya menyembah Tuhan tiap minggu,

tapi tetap saja ‘dilempari batu’.

Kata orang-orang, bahagia adalah pilihan.

Namun dengan gangguan kesehatan mental yang saya miliki, ‘bahagia’ sama hampanya dengan ruang kosong. ‘Bahagia’ seperti demam tinggi mudah pecah.

Saya pernah membaca sebuah thread di twitter milik @jiemiardian, tulisnya: “Depresi bukan tanda lemah nya iman. Depresi tanda lemahnya dukungan sosial kita pada orang dengan depresi. Depresi bukan tanda jiwa yang lemah. Depresi tanda perhatian dan kasih sayang lingkungan lah yang lemah.”

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Sejak 2018 saya merenungkan hal ini.

Dan benar, frekuensi ibadah tidak berpengaruh terhadap depresi.

Yaaaaa oke, segala permasalahan harus dibawa dalam doa. Namun doa seharusnya bukan menjadi tindakan terakhir dalam penyelesaiannya.

Seek help.

Go to a therapist.

Kesehatan mental mencakup kestabilan emosional, psikologis, dan sosial kita, serta memengaruhi cara kita berpikir dan bertindak saat menjalani kehidupan sehari-hari. Menangani gangguan mental dan masalah emosional dengan berkunjung ke psikolog dan psikiater mampu membantu dalam mempelajari apa yang sedang kita rasakan, mengapa kita merasakannya, dan bagaimana cara mengatasinya.

Gangguan mental dapat menyerang siapa saja, layaknya virus yang sedang kita lawan saat ini. Tidak diduga kapan datangnya dan dapat menyerang siapa saja. Rendah iman tidak menyebabkan depresi, namun depresi dapat menyebabkan rendah iman.

Baca Juga:  Percakapan Terakhir dengan Mgr. Michael Cosmas Angkur, OFM

Demikian.

Rene Annamis (Anna Maria), Mahasiswi Filsafat Keilahian, STF Driyarkara Jakarta

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles