HIDUPKATOLIK.COM – Belum lama menikmati kebahagiaan setelah mengikrarkan Kaul Kekal, kenyataan pahit harus dihadapinya. Kanker sempat membuatnya protes pada Tuhan. Namun akhirnya, ia merasakan cinta Tuhan hadir ‘membalut’ kekecewaannya.
Tanggal dua bulan Juli tahun 2019 menjadi momen istimewa bagi Sr. Martha Pawolung, SSpS. Bersama dua orang rekannya, Sr. Martha mengikrarkan Prasetya Kekal di Katedral Santa Maria Assumpta Ruteng, Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT). Peristiwa ini menjadi momen penuh sukacita bagi ketiga biarawati tersebut. Mereka diterima menjadi anggota resmi dalam Kongregasi Suster Misi Abdi Roh Kudus (SSpS)
Seusai pesta Kaul Kekal, ketiga pestawati mendapat perutusan misi baru dari Pemimpin SSpS. Dua rekannya mendapat perutusan misi di Indonesia Provinsi Flores Barat. Sedangkan Sr. Martha ke Provinsi Jerman. Pada pertengahan Agustus ia menjalani Orientasi Misi Baru (OMB) di Labuan Bajo, Manggarai Barat. Kala itu bungsu dari delapan bersaudara ini didampingi oleh Sr. Diana Wisang, SSpS sambil mengurus paspor untuk menjalankan misinya ke Jerman
Tamu Tak Terduga
Pertengahan September 2019, Suster Martha mengalami sakit perut bagian kiri dan diare yang berkepanjangan. Ia lalu memeriksakan diri ke dokter spesialis penyakit dalam. Hasil pemeriksaan menunjukkan terdapat kista. Alumna Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Jurusan Teologi St. Paulus Ruteng (sekarang UNIKA St. Paulus Ruteng) ini lalu dianjurkan untuk berkonsultasi dengan dokter Obstetri dan Ginekologi (SpOG) untuk memastikan penyakitnya. Dokter kandungan juga mendiagnosa hal yang sama. Biarawati yang memilih moto Kaul Kekal “Kasih-Mu menguatkanku” ini lantas diberi obat tablet untuk diare dan obat lainnya.
Sayangnya penyakit itu tak kunjung reda. Setelah seminggu berlalu, penyuka jus alpukat ini tetap mengalami sakit perut dan diare berkepanjangan. Ia lalu kembali berkonsultasi dengan dokter kandungan. Hasil pemeriksaan menunjukkan ada benjolan kista tetapi belum tahu persis letaknya di mana. “Saya menelepon Provinsial, Suster Maria Yohana SSpS untuk menjelaskan keadaan saya. Ia langsung menyarankan saya untuk segera mengambil tindakan medis,” cerita putri bungsu pasangan (alm) Antonius Lodja Pawolung dan (alm) Veronika L.J. Ladu ini.
Berdasarkan anjuran dokter, tanggal 10 Desember 2019 ia dioperasi. Namun ketika operasi sedang berlangsung, dokter tidak menemukan kista atau benjolan. Tim medis justru menemukan benjolan di usus besar yang didiagnosa sebagai kanker usus. Atas permintaan dan persetujuan Suster Pimpinan operasi diakhiri. Ia lalu dirujuk ke Rumah Sakit Katolik St.Vincentius Paulo (RKZ) Surabaya pada tanggal 14 Desember 2019. Kemudian ia menjalani operasi lanjutan pada tanggal 18 Desember 2019. Setelah operasi, ia dipindahkan ke kamar biasa untuk menjalani perawatan.
Protes
Kenyataan pahit itu sulit diterimanya. Batinnya bergumul hebat. Benaknya dipenuhi beragam pertanyaan seperti, “Mengapa saya harus mengalami penyakit kanker usus ini? Padahal saya sudah tulus mengabdikan hidup saya untuk melayani-Mu. Apakah yang Tuhan kehendaki dalam hidup saya?”. Rentetan pertanyaan itulah yang kemudian membawanya ke Kapel Adorasi RKZ St.Vinsensius. Di hadapan Sakramen Mahakudus, ia menumpahkan kekesalannya pada Tuhan. “Tuhan, apa kehendak-Mu dalam diri saya? Saya baru saja mengucapkan Kaul Kekal. Saya ingin menjadi pekerja di ladang-Mu seumur hidup saya. Bila saya mati muda, Engkau bisa “rugi” kehilangan pelayan-Mu,” protesnya pada Tuhan.
Setelah mengungkapkan kekecewaan itu setiap hari di depan Sakramen Mahakudus, Sr. Martha kembali ke kamar pasien dan beristirahat. Untunglah dukungan doa dari rekan-rekan suster terus mengalir. Para Suster SSpS di setiap komunitas Provinsi Maria Pengantara Segala Rahmat Flores Barat secara serempak mendaraskan Novena dengan perantaraan Beata Josefa Hendrina Stenmanns, Co-Founder Kongregasi religius yang didirikan oleh Santo Arnoldus Janssen ini
Kesedihan itu seolah tak berujung. Meski hatinya bak diiris sembilu, ia berusaha tidak menunjukkan kesedihannya di hadapan para rekan susternya. Ia tidak ingin teman-temannya merasa cemas dan sedih. Maka dari itu, penggemar cerita misteri karya Agatha Christie dan komik Detektif Conan ini berjuang untuk tetap gembira dan menguatkan rekan-rekan suster yang membesuknya. Ia juga berusaha menampakkan wajah gembira di hadapan para dokter dan perawat yang merawatnya.
Pertobatan Rohani
Tuhan Yesus tidak mengizinkan hamba yang dikasihi-Nya larut dalam lumpur duka. Selama proses pengobatan dan perawatan, Sr. Martha tergerak untuk mengunjungi pasien lain. Ia bertemu dengan penderita kanker, gagal ginjal, diabetes mellitus (DM), dan berbagai penyakit berat lainnya. Para pasien yang ia temui bergumul dengan penyakit yang lebih berat. Mereka bahkan menderita lebih dari satu penyakit (komplikasi).
Perjumpaan ini mengubah sikap dan kekecewaan Sr. Martha pada Allah. Ia mengaku mengalami ‘pertobatan’ rohani. Alumna SMA Katolik Andaluri, Waingapu, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur ini berusaha tidak menyalahkan Allah dengan situasi sakit yang dialaminya. Melalui mereka, Allah menyentuhnya untuk menyadari bahwa ada sesama yang memiliki masalah yang lebih berat darinya.
Pengalaman ini mendorongnya untuk berpasrah pada kehendak dan rencana Tuhan atas dirinya. Dalam doa sambil menggenggam medali Ibu Yosefa Stenmanns (Co-Founder Kongregasi SSpS) ia memohon, “Tuhan jika Engkau mau, Engkau dapat menyembuhkan saya. Namun jika Engkau menghendaki saya untuk kembali kepada-Mu izinkan saya meninggal dengan tersenyum.” Ia melanjutkan, “Ungkapan kepasrahan ini sungguh memberikan kekuatan saya sembari menantikan kesembuhan dari Tuhan,” kisah kelahiran Dimukaka, Kodi, Sumba Barat Daya, 27 Juli 1989. Seiring waktu kondisinya kian membaik. Ia lalu memulai proses kemoterapi.
Selama delapan bulan Sr. Martha menjalani kemoterapi untuk menghentikan pertumbuhan sel kanker yang bersarang di dalam tubuhnya. Ia juga minum obat medis dan obat herbal. Pertobatan rohani ini membuatnya menjalani masa pemulihan dengan gembira. Ia bersenandung sambil mengerjakan pekerjaan ringan yang membantunya untuk tidak fokus pada penyakitnya.
Berkat doa, dukungan, dan perhatian dari rekan suster, keluarga, sahabat dan kenalan, ia menemukan hikmah di balik penderitaan yang dialaminya. Lewat pergumulan dan protes pada Tuhan, ia merasa bahwa sesungguhnya Allah sedang membentuk hidupnya menjadi seorang misionaris SSpS yang tangguh melewati aneka tantangan dan penderitaan. Kesadaran ini memampukan penggemar penyanyi Agnes Mo ini untuk selalu gembira. Bahkan ia mampu menghibur mereka yang memberikan perhatian tulus padanya.
“Setiap hari saya menjalani hidup dengan semangat dan gembira. Saya sungguh merasa dicintai oleh sesama Suster SSpS secara khusus Rekan Suster Provinsi Flores Barat. Mereka datang secara bergantian baik pribadi maupun berkelompok. Begitupun kakak-kakak saya di Sumba, teman sekolah, dosen, sahabat dan kenalan bergantian menjenguk dan menghibur saya,” ujar suster berparas manis ini haru. Perhatian mereka meneguhkan dan mepercepat proses penyembuhannya. Ia meyakini ayat dalam Kitab Amsal yang berbunyi: “Hati yang gembira adalah obat” (Amsal 17: 22)
Refleksi dalam Karya
Sejak bulan Januari 2021, Sr.Martha dipercaya sebagai sekretaris di Lembaga Bible Center St. Arnold Janssen SVD-SSpS Ruteng. Lembaga ini adalah karya kerasulan di bidang Kitab Suci yang didirikan oleh Putra Putri Santo Arnoldus Janssen yakni Tim Pimpinan SVD Provinsi Ruteng dan Tim pimpinan SSpS Provinsi Flores Barat. Tugas perutusan ini membantunya kreatif membuat video berisi renungan singkat yang disusun oleh Tim Bible Center. Selain kegiatan ini, pendidik yang di sela waktunya senang senam dan jalan kaki ini diberi kepercayaan untuk mengajar agama di SMP St.Yosefa Labuan Bajo.
Pengalaman sakit membuat Sr. Martha berefleksi. Justru dengan pengalaman ini Allah membentuknya menjadi pribadi yang tegar, setia, dan tahu bersyukur. Biarawati yang pernah menjadi pendamping aspiran SSpS ini berpesan pada penyintas kanker untuk tidak merasa takut dan pesimis. “Yakinlah bahwa Tuhan pasti akan memberikan kesembuhan asalkan kita sungguh-sungguh berserah kepada-Nya. Hiduplah dengan optimis, bersemangat, dan gembira,” himbau putri asal Paroki St. Klemens Maria Hofbouer, Katikuloku, Anakalang, Sumba Tengah, NTT ini.
Saat sakit di mata Sr. Martha adalah saat yang indah untuk mendekatkan diri pada Tuhan. Maka sakit menjadi sarana yang membuatnya bercerita dengan Tuhan dengan lebih akrab. Hanya Tuhan yang mampu memberikan kelegaan dan sukacita yang besar. Penyakit yang lebih mematikan sesungguhnya adalah perasaan putus asa, ketakutan dan kurangnya iman kita pada penyelenggaraan Tuhan. Suster yang terinspirasi lagu rohani berjudul “Bagi Tuhan tidak ada yang mustahil” ini merasa prihatin jika melihat penderita sakit bahkan yang ringan mudah putus asa, mengeluh, dan tidak gembira. Hati yang gembira dan berpasrah pada Tuhan diyakininya akan mempercepat proses penyembuhan dan meringankan penderitaan.
Ivonne Suryanto, Kontributor
HIDUP Edisi No.19, Tahun ke-75, Minggu,9 Mei 2021