HIDUPKATOLIK.com – Dan. 13:1-9,15-17,19- 30,33-62; Mzm. 23:1-3a, 3b-4, 5, 6; Yoh.
8:1-11
KISAH Susana dalam Bacaan Pertama mewakili jeritan bisu kaum lemah tak bersalah, yang cenderung menjadi korban kemunafikan dari kekuasaan paternalistik yang mesum dan sewenang-wenang. Nabi Daniel tampil untuk mengungkap kepalsuan kesaksian hukum yang menua dan buta karena tidak lagi mendengar suara keadilan. Namanya sendiri berarti Allah mengadili. Itulah sebabnya tindakannya menjadi ungkapan keadilan Allah yang
membenarkan hambanya yang tak bersalah.
Dalam Injil, wujud keadilan Allah itu nampak dalam pribadi Yesus yang membebaskan perempuan yang kedapatan berbuat zinah. Bedanya, Yesus tidak membebaskan wanita itu dari tuduhan palsu, melainkan dari situasi kedosaan yang melegitimasi para pendakwa untuk menjatuhkan hukuman mati. Seruan Yesus: “Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu…” (Yoh. 8:7) menjadi satu autokritik yang ampuh untuk menyadarkan orang akan keberadaan Allah sebagai Hakim
tertinggi dan akan kenyataan diri sendiri yang lemah. Jika dalam kisah Jatuhnya
Manusia Pertama, seruan Allah kepada Adam: “Di manakah engkau?” (Kej. 3:9) masih memberi kesan penghakiman yang menakutkan orang berdosa, sapaan Yesus dalam Injil betul-betul menyejukkan: “Hai perempuan, di manakah mereka? Tidak adakah seorang yang menghukum engkau?” (Yoh. 8:10). Dialah yang menggantikan hukum Musa yang lama dengan hukum Kasih yang baru, dengan darah-Nya yang tertumpah di salib.
Romo Vitus Rubianto Solichin, SX Dosen Kitab Suci STF Driyarkara, Jakarta