web page hit counter
Sabtu, 23 November 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Menjawab Multikrisis Terkini, Gardner Tawarkan Pola Pikir Pemimpin

5/5 - (2 votes)

HIDUPKATOLIK.COM – KUFA, 90 mil dari Baghdad, Irak. Muncul kerusuhan-kerusuhan baru dengan pola sama; keributan. Biasanya didahului dengan berkumpulnya sekelompok orang di alun-alun. Kumpulan bertambah besar. Penjaja makanan berdatangan, begitupun penonton. Mayor tentara pasukan perdamaian PBB mendatangi wali kota Kufa. Meminta permohonan aneh, melarang pedagang masuk alun-alun.

Di alun-alun, seperti biasa, muncul orang-orang. Semakin lama semakin membesar. Lalu ada seruan dengan slogan-slogan penuh amarah. Sore hari, kerumunan itu mulai gelisah dan mencari penjaja makan. Namun tak satu pun pedagang ada. Penonton pergi. Yang berteriak-teriak menjadi kehilangan semangat. Pada jam delapan malam, semua sudah angkat kaki dari alun-alun. Ketika tidak ada pedagang, sejak itu tiada kerusuhan di Kufa. (The Power of Habit, Charles Duhigg, 2012).

Strategi mayor tentara perdamaian menghentikan kerusuhan sungguh brilian. Ia tidak mengerahkan pasukan, namun memotong kebiasaan (habit). Orang berkumpul kemudian membuat kerusuhan perlu “logistik” untuk mengisi perutnya. Dengan memotong jalur logistik, terpotong pula kebiasaan orang-orang mencari makanan. Dalam teori, kebiasaan dibangun dari perilaku yang berulang-ulang. Perilaku dipengaruhi oleh pola pikir. Alhasil pola pikir merupakan induk dari kebiasaan.

Pandemi menerjang. Di Indonesia terasa denyutnya mulai Maret 2020. Denyut semakin kencang dan tiada yang tahu kapan pandemi akan berakhir. Aneka kebiasaan terpinggirkan untuk berganti dengan kebiasaan baru guna berkompromi dengan pandemi. Alhasil menata pola pikir menjadi hal paling krusial bagi manusia untuk menghadapi pandemi.

Baca Juga:  Buah-buah Sinode III Keuskupan Sibolga Harus Menjadi Milik Seluruh Umat

Adalah Howard Gardner orang pintar yang terkenal dengan teori tentang kecerdasan majemuk. Tahun 2005 Gardner meluncurkan buku dengan tajuk Five Minds for the Future. Buku yang kalah populer dibanding magnum opus-nya Multiple Intelligences: New Horizons in Theory and Practice. Walaupun demikian risalah Five Minds for the Future bagi pemimpin relevan untuk dipraktikkan dalam era multikrisis akibat pendemi. Para pemimpin layak menata pola pikir berbasis pada pemikiran Gardner. Lima pola pikir itu adalah; terdisiplin, sistesis, kreatif, respek, etis.

Tidak banyak perusahaan selama pandemi ini menunjukkan kinerja positif. Apalagi yang kinerjanya melebihi dibanding tahun sebelumnya. Dari yang tidak banyak itu adalah Samudera Indonesia. Perusahaan yang berdiri  tahun 50’an ini justru kuartal pertama 2020 mampu mencatatkan pendapatan US$ 134 juta, tumbuh 29,2% dibanding tahun 2019. Keberhasilan Samudera Indonesia seperti dituturkan komisaris utamanya Shanti L Poesposoetjipto karena berdisiplin pada tiga hal; (1) memetakan orang dan masalah secara akurat, (2) menjamin keamanan, kesehatan dan kesejahteraan karyawan, (3) menjaga reputasi. (SWA, 27 Agustus 2020). Itulah praktik dari pola pikir terdisiplin.

Adalah Murray Gell Mann, peraih nobel Fisika 1969 mengatakan,”Pikiran yang paling diperlukan di abad dua puluh satu adalah pikiran yang bisa menyintesis dengan baik.” Pengertian sintesis sendiri adalah kemampuan menjalin informasi dari berbagai sumber yang berbeda menjadi satu kesatuan utuh. Selama pandemi ini informasi bak tumpahan air bah yang menerjang sebuah rumah. Riuh rendah dan gegap gempita berbagai informasi dengan segala kebenaran dan kebohongannya. Dalam titik ini pola pikir sistesis diperlukan bagi pemimpin untuk mengelola organisasi maupun orang.

Baca Juga:  Pementasan Teater dan Konser Mini “Bukan Pahlawan Biasa” SMA Karya Budi Putussibau

Ada banyak pendekatan dalam pola pikir sintesis ini. Gardner menyebut ada delapan jenis sintesis. Salah satunya konsep komplek, yaitu suatu konsep yang  menjalin atau memadukan berbagai fenomena. Fenomena pandemi tidak hanya terhubung dengan kesehatan. Hari ini akibatnya sudah mempengaruhi semua lini kehidupan.

Pola pikir komplek menjadi relevan dalam kondisi saat ini. Hal ini yang dilakukan oleh Pan Brothers, salah satu produsen tekstil terbesar di Indonesia. Ketika permintaan garmen terjun bebas, Pan Brothers langsung mengubah produknya ke masker, APD, dan pakaian olah raga, khususnya lari dan sepeda. Fokus strategi Pan Brothers ada empat; diversifikasi produk, percepatan digitalisasi, disiplin menerapkan protokol kesehatan dan tetap memasok pakaian ke global brand tepat waktu. Manajemen Pan Brothers sukses menjalin dan memadukan berbagai peluang menjadi kinerja. Semester satu ini penjualan Pan Brothers US$ 326, 79 juta, naik 14,54% dibanding tahun 2019.

Pola pikir ketiga adalah kreatif. Penelitian Harvard University selama pandemi ini justru memberi peluang luas untuk berpikir kreatif dan bertindak inovatif. Ada empat alasan utama: (1) menyatukan tujuan, (2) melihat sistem secara berbeda, (3) mencairkan organisasi, (4) memperbolehkan penyimpangan tindakan. Alhasil berpikir kreatif untuk menciptakan terobosan-terobosan inovatif menjadi kebutuhan organisasi guna menyiasati pandemi.

Baca Juga:  Kongregasi Misionaris Claris Tingkatkan Kompetensi Para (Calon) Anggota

Pandemi membuat warga organisasi mengalami kebingungan sekaligus kekuatiran. Bingung karena harus beradaptasi dengan keadaan, siap ataupun tidak siap. Kuatir karena masa depan organisasi yang mayoritas terguncang oleh gelombang tsunami pandemi. Respek (peduli) kemudian menjadi hal yang diharapkan oleh konstituen dari pemimpinnya. Pola pikir respek ini yang oleh Gardner diterjemahkan menjadi empati. Pemimpin memahami kondisi yang dialami konstituen. Kehadiran pemimpin menjadi suka cita bagi para konstituennya.

Dalam kondisi ekonomi terjun bebas dan permintaan pasar merosot, perusahaan memiliki kemewahan untuk melakukan pemutusan hubungan kerja dengan karyawannya. Pun masyarakat umum akan memaklumi apabila tindakan PHK itu dilakukan perusahaan. Dalam konteks ini pola pikir etis menjadi relevan untuk dipraktikkan oleh pemimpin.

Guru kepemimpinan John Maxwell menyebut ada dua aspek etika. Pertama, kemampuan membedakan yang benar dari yang salah, yang baik dari yang jahat, yang pantas dari yang tidak pantas. Kedua, komitmen untuk bertindak yang benar, baik dan pantas. Pertanyaan reflektif,  Anda sebagai pemimpin benarkah, baikkah dan pantaskah melakukan pemutusan hubungan kerja ketika kondisi sedang buruk? Hanya Anda yang mampu menjawabnya.

A.M. Lilik Agung, Kontributor, Trainer bisnis. Mitra Pengelola GaleriHC, lembaga pengembangan SDM/beralamat di: lilik@galerihc.com

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles