web page hit counter
Jumat, 22 November 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

PERDAMAIAN DUNIA TERGUNCANG OLEH PERISTIWA PRANCIS. SIMAK PERNYATAAN PAUS YOHANES PAULUS II TAHUN 1986 DI ASSISI, MENGAPA IA MENGATAKAN PERDAMAIAN ITU RAPUH DAN PENTINGNYA DOA

5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.COM – DALAM audiensi umum tanggal 13 Mei 2020, peringatan penampakan Santa Maria di Fatima, Paus Fransiskus mengumumkan bahwa pada tanggal 18 Mei 2020 merupakan hari terakhir misa live-streaming bersama Paus, terkait dengan adanya pelonggaran masa pembatasan di Italia. Perayaan Ekaristi hari itu dirayakan dari alter makam Paus Yohanes Paulus II. Tanggal 18 Mei adalah peringatan 100 tahun kelahiran Santo Yohanes Paulus II. 18 Mei 1920 Karol Wojtyla lahir di Wadowice, Polandia, menduduki Takhta Kepausan sejak 16 Oktober 1978 dan wafat pada 2 April 2005. Kepergiannya disambut dengan kepedihan umat manusia seluruh dunia, bahkan muncul dalam sajian utama di berbagai media di kawasan Timur Tengah.

Dalam kerangka peringatan tersebut, Libreria Editrice Vaticana menerbitkan buku dalam bahasa Italia, Polandia dan Inggris tentang perjalanan 100 tahun kehidupan Paus dari Polandia tersebut.

Paus Fransiskus menuliskan pengantar atas buku tersebut dengan menyebutkan betapa Paus Yohanes Paulus II memiliki kepedulian besar akan Gereja dan dunia, bahkan menapaki derita serta pergulatan umat manusia. Bahkan dia sendiri ikut menapaki penderitaan tersebut, tertembak pada 13 Mei 1981. Walaupun demikian dikatakan Fransiskus, Yohanes Paulus II tetap mengajak kita semua menapaki jalan kehidupan, yang ditandai dengan berbagai kesulitan dan tantangan, tanpa kehilangan sukacita, sebab kita tahu dan sadar bahwa kita tidak berjalan sendirian.

Pembelaan Akan Pribadi

Pribadi manusia adalah pusat gagasan Yohanes Paulus II. Demikian dikatakan oleh penerusnya, Benediktus XVI. Pribadi tersebut adalah pribadi yang historis, di tengah kenyataan realitas kehidupan nyata, dalam keterarahannya kepada Allah. Hal itu tidak bisa dilepaskan dari latarbelakangnya sebagai filsuf, yang mengajar filsafat manusia dan etika. Gagasannya baik dalam ensiklik moral maupun ajaran sosial Gereja berakar pada gagasan tersebut. Malahan ensiklik pertamanya, Redemptor Hominis, dikatakannya bahwa tugas perutusan Gereja nyata dalam pelayanan serta tanggungjawabnya akan pribadi manusia. Jalan yang ditempuh Gereja adalah jalan manusia.

Baca Juga:  Renungan Harian 20 November 2024 “Waspadai Iri Hati”

Akan tetapi jalan manusia tersebut adalah jalan yang menuju kepada Kristus. Tidak mengherankanlah dalam khotbah pertama sebagai Paus, dia mengatakan dengan tegas, “Bukalah pintu bagi Kristus”. Ajakan tersebut kemudian diarahkannya kepada peringatan Yubileum 2000 tahun penebusan. Malahan sudah dicatat saat sidang konsili Vatikan II, Karol Wojtyla, saat itu uskup pembantu Krakow, meminta agar adanya klarifikasi doktriner mengenai gambaran pribadi manusia dalam tradisi dan ajaran Kristiani, dalam terang cahaya wahyu Ilahi.

Pembelaan akan pribadi manusia tersebut ditempatkan dalam kenyataan manusia sebagai ciptaan, yang diciptakan seturut citra Allah, sesuai dengan gambar dan rupa-Nya. Maka Yohanes Paulus II mendasarkan gagasan akan dialog agama, penghargaan akan keberagaman budaya serta perkembangan ilmu pengetahuan juga berangkat dari kenyataan penghargaan akan martabat pribadi manusia.

Kebersamaan serta kesatuan sebagai umat manusia, di tengah keperbedaan yang ada, merupakan sesuatu yang melekat dalam kenyataan penciptaan. Hal tersebut diperlihatkan pula dalam berbagai kunjungan yang dilakukannya. Kunjungan tersebut memperlihatkan penghargaan akan umat manusia, menyapa siapa saja yang dijumpai dan meneguhkan kebersamaan umat manusia di dunia ini.

Yohanes Paulus II, dengan demikian, bisa dikatakan sebagai Paus yang tidak saja menyingkapkan wajah Gereja sebagai Gereja dunia. Dia memperlihatkan pula bahwa Gereja Katolik adalah Gereja yang berada di tengah dunia, menjadi tanda serta sarana keselamatan Allah bagi dunia.

Dialog dan Perdamaian

Yohanes Paulus II dikenal sebagai Paus dialog agama dan perdamaian. Dia mengulangi apa yang dikatakan Paus Paulus VI dalam ensiklik pertamanya, Ecclesiam Suam, bahwa dialog adalah jalan yang ditempuh Gereja. Yohanes Paulus II menggambarkan dirinya sebagai Paus dialog, bahkan menyebutkan bahwa dialog agama merupakan prioritas penting dalam masa kepausannya.

Baca Juga:  PESAN NATAL KWI DAN PGI: “MARILAH SEKARANG KITA PERGI KE BETLEHEM” (LUK 2:15)

Perdamaian dunia tidak akan mungkin tanpa adanya dialog, bahkan perdamaian, antar umat beragama. Maka dia tanpa henti memperjuangkan perdamaian di Yerusalem, yang baginya merupakan ibu kota tiga agama samawi: Yahudi, Kristiani dan Islam. Perdamaian dan dialog sejati di Yerusalem menurutnya akan memicu perdamaian bagi dunia.

Kita tidak melupakan pula inisiatifnya akan doa perdamaian dunia di Assisi. Umat beriman adalah pembawa pesan dan pelaku perdamaian, sebab mereka adalah para pendamba perdamaian dan beriman kepada Allah perdamaian. Maka umat beriman perlu lebih memperhatikan sesama, saling bekerjasama dan berbagi satu sama lain dalam saling menghormati satu sama lain.

Perdamaian jangan sekadar menjadi proses kompromi dan negoisasi kepentingan politik dan ekonomi, sebab upaya pewujud perdamaian bergantung terutama dalam langkah pencarian diri manusia akan Allah, yang menuntun dan mengenali hati manusia. Maka doa bagi perdamaian merupakan sesuatu yang amat mendasar, pun kerjasama antar umat beriman bagi perdamaian semakin dibutuhkan dewasa ini.

Perdamaian adalah sesuatu yang sangat rapuh. Demikian dikatakan Paus di Assisi pada tahun 1986. Perdamaian senantiasa terancam oleh berbagai upaya untuk meruntuhkannya. Oleh karena itu perdamaian perlu dibangun di atas landasan yang kokoh. Tanpa itu, bangunan perdamaian akan mudah digoncangkan. Maka Paus mengingatkan bahwa perdamaian yang kokoh dan lestari tidak bisa hanya dilandaskan pada segala upaya manusia.

Untuk itu dibutuhkan doa, doa yang mendalam, rendah hati dan penuh kepercayaan. Doa bagi perdamaian dunia adalah salah satu upaya penting demi kepentingan tegaknya perdamaian dunia. Malahan dikatakan bahwa di hari-hari terakhir hidupnya terungkap pernyataannya, “Betapa lama, bahkan sejak aku mulai menghirupkan napas, aku tanpa henti mendambakan perdamaian”.

Ketika berkunjung ke Indonesia, saat bertemu dengan para pemuka agama tanggal 10 Oktober 1989, Yohanes Paulus II mengatakan bahwa salah satu tantangan dasar yang dihadapi masyarakat modern Indonesia adalah bagaimana membangun masyarakat harmonis dari berbagai unsur berbeda, yang merupakan sumber janji dan masa depan kebesaran bangsa ini. Umat Katolik Indonesia menemukan motivasi mendalam untuk menyumbangkan diri bagi upaya tersebut dalam visi harmoni universal, yang berakar pada iman Kristiani pula. Dengan iman kita akan Allah yang esa, kami yang mengimani Kristus terinspirasikan untuk bekerja bagi kemajuan perdamaian serta harmoni antar umat manusia.  Dialog dan kerja sama yang saling menghargai seperti itu dapat memainkan peran besar dalam membangun masyarakat yang damai dan bersatu. Saya mengharapkan agar umat beriman di Indonesia dapat ambil peran dalam menunjukkan penghargaan tulus akan yang lain, yang dapat mendorong harmoni sejati antar masyarakat yang berbeda dalam bangsa ini.

Baca Juga:  Keuskupan Sibolga Lima Tahun ke Depan

Kehadiran Paus Yohanes Paulus II merupakan tanda rahmat tidak saja bagi Gereja namun pula bagi dunia. Hal ini tidak saja karena kekuatan dan kemendalaman pribadinya, namun terlebih karena kemendalamannya dalam relasi personalnya dengan Allah. Yohanes Paulus II dikenal sebagai seorang pendoa yang tekun. Semboyannya, “Totus Tuus” menunjukkan itu, berakar pada penghormatannya akan Bunda Maria, dia senantiasa mendasarkan iman, hidup dan pelayanannya dalam keterarahan akan Kristus.

Kedalaman hidup rohani itulah yang menjadi sumber kekuatannya untuk tetap mampu menemukan sukacita di tengah kerapuhan dunia, dan menumbuhkan harapan kepada semua umat manusia, terutama bagi kaum muda, agar kita tidak cepat menjadi tua dan mati, namun tetap hidup dalam sukacita Injil. Oleh karena itu kita bersyukur atas rahmat Tuhan kepada kita lewat dan dalam diri Santo Yohanes Paulus II.

Romo T. Krispurwana Cahyadi, SJ menulis buku “Yohanes Paulus II: Gereja, Teologi dan Kehidupan” (2007),  Yohanes Paulus II: Gereja Berdialog” (2011) dan “Yohanes Paulus II tentang Keadilan dan Perdamaian” (2011).

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles