web page hit counter
Sabtu, 23 November 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Utusan, Pembawa Harapan

Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM – Hari Minggu Misi Sedunia Ke-94, Yes. 45:1,4-6; Mzm. 96:1,3,4-
5, 7-8, 9-10c; 1Tes. 1:5c-10; Mat. 22, 15-21

“INI aku, utuslah aku!” (Yes. 6: 8). Nabi Yesaya siap sedia diutus Tuhan ke tengah bangsa
Yahudi. Ia diutus untuk terus-menerus menggaungkan suara Tuhan dan mengingatkan
mereka agar tetap setia kepada Tuhan, betapa pun situasi hidup yang dialami terasa suram, gelap, tak menentu. Ternyata umat pilihan Yahwe terancam kehilangan harapan, tidak setia dan mendua hati karena dihantui ketakutan besar menghadapi serangan dan kepungan orangorang Asyur. Mereka menghadapi soal paling krusial dalam hidup: bagaimana tetap beriman dan mempercayakan seluruh hidup ke dalam tangan Tuhan, sementara ancaman dan bahaya dari musuh persis ada di depan mata? Bagaimana mereka sanggup menaruh harapan pada Yahwe, sementara Yahwe terasa jauh, seolah-olah tidak hadir pada saat pertolongan-Nya sangat menentukan?

Di tengah situasi yang mencekam dan tak menentu, gaung suara Nabi Yesaya tentang datangnya Raja Damai terus terdengar. Itulah cahaya harapan di tengah situasi hidup di tempat pembuangan yang mencekam. Berkat gaung suara Sang Nabi, harapan di hati sisa kecil bangsa pilihan Allah tidak pernah padam. Dan, memang benar: “Pengharapan tidak pernah mengecewakan” (Roma 5:5).

Baca Juga:  PESAN NATAL KWI DAN PGI: “MARILAH SEKARANG KITA PERGI KE BETLEHEM” (LUK 2:15)

Yahwe sungguh Mahasetia. Ia tetap memperhatikan cahaya iman dan harapan orang-orang yang teguh beriman dan berharap kepada-Nya. “Inilah firman-Ku kepada orang yang Kuurapi, kepada Koresh yang tangan kanannya Kupegang…” (Yes. 45:1a). Bayangkan situasi hidup orang Yahudi yang tertawan, dengan segala tindak kekejaman, kelaliman, kekerasan dan penindasan di tempat pembuangan. Cahaya harapan di hati sebagian besar bangsa Israel untuk kembali ke Yerusalem terancam padam.

Kekuatan iman dan harapan akan pertolongan Yahwe hampir lenyap. Justru dalam situasi
ketidakberdayaan yang serba gelap inilah, Tuhan sendiri bertindak. Ia memakai Koresh sebagai alat-Nya untuk memperlihatkan bahwa di seluruh muka bumi “Akulah Tuhan dan tidak ada yang lain” (Yes. 45: 6b). Tuhan tetap meyakinkan umatNya bahwa Dialah Penguasa Tunggal atas segala sesuatu, dan Dia sungguh handal untuk dipercaya dan dijadikan tumpuan harapan. Dia bertindak hanya “demi hamba-Ku, Yakob, dan demi Israel,
pilihan-Ku” (Yes. 45: 4a).

Baca Juga:  Renungan Harian 23 November 2024 “Lepas Bebas”

Demi kitalah Yesus jadi Utusan Bapa. Yesus, Cahaya Kebenaran dan Injil Keselamatan
dari Bapa, menantang setiap pengikut-Nya untuk memperhatikan keseimbangan hidup
terhadap Allah dan dunia. “Berikanlah kepada kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada
kaisar, dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah” (Mat. 22: 21). Di
dalam kompleksitas hidup di mana orang mencampuradukkan, bahkan menjungkirbalikkan
segala tatanan nilai, Yesus tampil sebagai kaidah normatif pembedah: urusan manusia
dengan Allah harus dibedakan secara tajam, jelas dan tegas, dan diprioritaskan dari urusan
manusia dengan negara atau dunia. Di hadapan kecenderungan manipulatif para musuh-Nya, Yesus mengajak mereka untuk kembali kepada yang asli, tulen, sejati. Gambar dan tulisan kaisar yang tergambar hanya di kepingan uang logam dalam urusan pajak yang bersifat memeras dan menindas, hendaknya tidak menjadikan Gambar dan Tulisan Allah dalam diri manusia dan alam semesta menjadi redup dan terabaikan. Inilah bahaya dari hidup tanpa Tuhan, akibat egolatria dan idolatria yang men-tuhan-kan sosok kaisar dan permaisuri dari Roma.

Baca Juga:  Buah-buah Sinode III Keuskupan Sibolga Harus Menjadi Milik Seluruh Umat

“Ini aku, utuslah aku.” Kita yang merayakan Hari Minggu Misi Sedunia ke-94 di era milenial
serba modern dan maju, yang tidak luput dari segala tantangan dan persoalan hidup, apakah masih terpesona untuk diutus Tuhan menjadi penjaga harapan hidup di tengah dunia? Bagaimana bobot keutamaan iman, harapan dan kasih kita dibandingkan dengan mereka yang dahulu mengalami pembuangan Babel atau Asyur? Di tengah dunia yang terus tercekam aneka ragam derita, tertular berbagai jenis penyakit, terancam bahaya kematian, tertakdir ratap tangis.

Mgr. Dominikus Saku, Uskup Atambua

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles