HIDUPKATOLIK.COM Di tengah pandemi Covid-19, banyak orang kehilangan pekerjaan.Orang kudus ini bisa menjadi pilihan devosi untuk mendapatkan pekerjaan.
GAETANO dei Conti seorang yang sangat membenci para rentenir. Pada zamannya, para rentenir ini memberi pinjaman dengan bunga tinggi. Orang miskin tercekik. Jika mereka belum melunasi hutang, jalur hukum atau kekerasan pilihan selanjutnya. Situasi ini membuat orang kecil lebih memilih melunasi hutang dengan bunga tinggi atau mengakhiri hidup. Tak jarang, pilihan kedua harus diambil pada akhirnya.
Gaetano melihat, ada penindasan terstruktur yang dilakukan para rentenir ini. Alhasil, rasa welas asih menyulut semangatnya untuk menyelamatkan orang miskin. Ia mendirikan sebuah usaha yang memberikan pinjaman dengan bunga kecil.
Dengan lahirnya perusahaan ini, orang miskin berbondong-bondong meminjam kepadanya. Bila pinjaman dalam jumlah besar, Gaetano meminta agunan. Menariknya agunan ini bukan dalam bentuk barang melainkan “agunan spiritual”. Peminjam diminta berdoa Rosario untuknya, berdevosi kepada orang kudus, atau berziarah ke gua Maria.
Model usaha pro rakyat ini membuatnya dikenal luas di kalangan rakyat jelata. Gaetano dianggap penyelamat ekonomi keluarga pra-sejahtera. Popularitas ini tak disia-siakan Gaetano. Ia lalu berkatekese kepada siapa saja yang datang kepadanya. Dengan demikian, kebutuhan ekonomi rakyat tercukupi, sekaligus kebutuhan jiwa mereka.
Rumah Gadai
Tidak mudah bagi kelahiran Vicenza, Italia, 1 Oktober 1480 memulai usahanya. Awalnya, tak sedikit orang
yang mengejeknya. Gaetano percaya, biarlah Roh Kudus yang menyelesaikan pekerjaannya. Semakin memberi, semakin ia menerima.
Usaha peminjaman berjalan lancar. Gaetano memberi pinjaman tanpa mematok waktu pengembalian. Berapa pun yang dikembalikan, ia menerimanya tanpa berkomentar. Modal pinjaman diputar lagi untuk membantu orang lain. Usaha ini di kemudian hari dikenal dengan nama Bank Napoli.
Gaetano juga mendirikan rumah gadai, selain memberi pinjaman dalam bentuk uang. Ia menerima barang milik orang miskin. Tujuannya adalah menghindari orang-orang miskin menggadaikan barang kepada rentenir.
Kadang-kadang, Gaetano bahkan lupa siapa saja yang meminjam. Sebuah cerita ketika dirinya pindah ke Roma, seorang tiba-tiba mendatanginya. Orang itu menyerahkan sejumlah uang. Gaetano terkejut sebab sudah lima tahun orang itu berutang padanya. Uang itu lalu didermakan kepada seorang tunawisma.
Aksi nekatnya ini membuat banyak rentenir berang, sebab usaha mereka terancam gulung tikar karena kalah bersaing dengan Gaetano. Namun, Gaetano tak kurang akal. Ia justru merangkul para rentenir itu sebagai pekerjanya. Seiring waktu, usaha ini berkembang tidak hanya di Italia, namun menyebar sampai ke Jerman, Spanyol, dan Argentina.
Pemburu Jiwa
Tidak banyak catatan soal masa kecil Gaetano. Ia tercatat lahir dari keluarga bangsawan Vicenza. Boleh dikatakan, penderitaan bukan kamus hidupnya. Ia memulai sekolah dasar di Vicenza, yang semua muridnya anak-anak bangsawan. Di antara rekan sekelasnya, ia memiliki pribadi yang rendah hati. Ia tak sulit beradaptasi. Ia dikenal murah senyum, dan memiliki sikap empati yang tinggi.
Ketika dewasa, ia bergabung dengan Persaudaraan Pewartaan Cinta Ilahi (Oratory of Divine Love). Namun, belakangan, ia memilih menjalankan kerasulannya seorang diri. Ia mendoakan dan merangkul mereka yang menghadapi sakratul maut tanpa keluarga. Ia adalah pemburu jiwa orang-orang yang di mata dunia tak berdaya.
Dengan karyanya ini, cibiran demi cibiran datang dari kaum bangsawan. Mereka terkejut karena ia mau melakukan pekerjaan “kotor”. Mereka heran karena ia lebih memilih menyusuri jalan-jalan, memasuki gubuk reyot, mencari dan menemukan orang miskin.
Kuria Kepausan Paus Julius II (1443- 1513) menunjuk Gaetano menjadi salah satu fungsionarisnya. Sebenarnya ia tak menginginkan jabatan ini. Bukan panggilannya menggunakan pendidikan, posisi, apalagi “kotrak keluarga” untuk meningkatkan popularitas klerusnya. Ketika Paus Julius II wafat, ia memilih mengundurkan diri dan memutuskan bekerja merawat orang sakit.
Namun jalan imamat pada akhirnya menuntunnya untuk ditahbiskan menjadi imam pada tahun 1516. Pastor Gaetano memang tak pernah berkarya di paroki, tetapi ia memiliki domba hampir di seantero Roma. Banyak orang angkat topi
kepadanya karena semangat belarasa kepada orang miskin. Hidup rohaninya juga bukan cerita omong kosong. Ia sering berdoa delapan jam setiap hari. Dalam perjumpaan dengan Kristus, ada pesan kepadanya untuk mencari mereka yang empunya Kerajaan Surga. Tidak sulit menemukan pemilik Kerajaan Surga. Ia menemukan dalam diri orang miskin, yang berdukacita, lemah lembut, lapar dan haus, yang murah hati dan suci hatinya, yang membawa damai, serta yang dianiaya.
Kepada kaum kurang beruntung ini, ia menjanjikan Kerajaan Surga. Ia menemani mereka, menghibur mereka, memberi kekuatan, sekaligus membantu mereka mendapatkan pengharapan akan hidup yang layak di bidang ekonomi.
Rasul Baru
Sabda Bahagia Yesus yang ditawarkan Gaetano rupayanya berdayaguna. Dalam persinggungan dengan orang miskin, sang imam tak melupakan kharisma mengajar, menguduskan, dan menggembalakan. Atas desakan para pengikutnya, ia mendirikan sebuah kelompok monastik dengan latihan-latihan pelayanan aktif tahun 1523 dengan nama Kongregasi Theatine (Congregation of Clerics Regular of the Divine Provindence/CR). Selain itu tahun 1522-1523, ia juga mendirikan rumah sakit di Venezia. Selain penyembuhan spiritual, ia juga melakukan penyembuhan fisik.
Kelompok ini mendapatkan pengakuan tahun 1524 dari Paus Klemens VII. Pemimpin pertama kongregasi ini adalah Mgr. Gian Pietro Carafa, Uskup Chieti, Italia yang kemudian bergelar Paus Paulus VI (1476-1559). Di masa itu, hanya ada 12 pengikut sampai tahun 1527. Mereka tetap bertahan selama pendiri mereka menjalani masa sulit karena ditahan tentara Spanyol atas perintah Raja Charles V, yang sedang menginvasi negara jajahan.
Dari Roma, kemudian kelompok ini melarikan diri ke Venesia. Di Venesia, mereka bertemu Jerome Emiliani
yang membantu mereka mendapatkan regula kongregasi. Dari Venesia, mereka membuka rumah di Napoli tahun 1533.
Perkumpulan ini bercita-cita melepaskan diri dari barang-barang duniawi. Bila sebagian imam masih mempraktikkan indulgensi duniawi, kelompok ini mencoba menampilkan wajah Gereja yang kudus. Theatine juga peduli dengan para penganggur dengan memberi bantuan keuangan. Mereka terus berusaha mengembalikan cinta kemiskinan, pengetahuan Alkitab, dan praktik Liturgi yang bermartabat di antara para imam.
Pastor Gaetano menyumpurnakan akhir hidupnya dengan menerima Sakramen Minyak Suci dan bertemu Guru Abadi di Napoli, Campania, Italia, pada 7 Agustus 1547 pada usia 66 tahun. Ia dibeatifikasi oleh Paus Urbanus VIII di Roma pada 8 Oktober 1629. Paus Klemen X menggelarinya santo pada 12 April 1671. Ia dikenang sebagai pelindung para pengangguran. Pestanya dirayakan setiap tanggal 7 Agustus.
Berefleksi dari situasi terkini, pribadi Pastor Gaetano menjadi alternatif dalam membantu mereka yang kesusahan dalam mencari pekerjaan. Dampak Covid-19 memaksa banyak pekerja kehilangan pekerjaan. Tidak salah, Gereja mengharapkan kita untuk memasrahkan diri dalam devosi khusus kepada orang kudus yang satu ini.
Yusti H. Wuarmanuk
HIDUP NO.21, 24 Mei 2020