web page hit counter
Sabtu, 23 November 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Gereja Tidak Diam Lagi

Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – Dalam Majalah HIDUP ini seorang pembaca mempertanyakan apakah bijaksana aib Gereja – munculnya kasus pelecehan seksual – dibuka bagi publik. Pertanyaan itu tepat. Tidak perlu setiap aib dalam Gereja dipasang di papan pengumuman.

Tetapi kasus pelecehan, lain. Dosa seseorang, misalnya seorang uskup, barang kali tidak harus ditrompetkan ke mana-mana. Tetapi apabila suatu kejahatan menjadi borok yang bisa membusukkan seluruh komunitas gerejani, kejahatan itu perlu dibuka.

Apa masalahnya? Sejak sekitar 20 tahun terbuka
sesuatu yang semakin menggoncangkan Gereja Katolik: Bahwa ada aparat Gereja, imam, rohaniwan, bahkan juga rohaniwati, melakukan pelecehan seksual terhadap orang-orang yang dipercayakan kepada mereka: Terhadap anak, terhadap remaja dan terhadap orang yang dalam keadaan tergantung, seperti misalnya suster atau calon imam di seminari.

Trauma Medalam
Sampai duapuluh tahun lalu, kalau seorang imam
melecehi anak maka paling-paling ia dipindahkan
dan keluarga kurban dibayar untuk tidak membuka
mulut. Asal saja nama baik Gereja tidak kena cemar. Dan di tempat berikut imam itu sering melakukan pelecehan lagi.

Sekarang baru disadari bahwa pelecehan sek-
sual terhadap orang di bawah umur meninggalkan
trauma psikologis mendalam. Mereka sering tak
bisa mengembangkan seksualitas yang normal, bisa menjadi peleceh sendiri. Mereka sering malu dan merasa bersalah dan sering membutuhkan puluhan tahun sampai berani membuka pengalaman itu terhadap sahabat, apalagi polisi. Banyak yang patah iman Katoliknya. Mereka tidak hanya berhak dibayar ganti rugi atas penghancuran kehidupan mereka, melainkan, demi penyembuhan keterlukaan jiwa sedapat-dapatnya, perlu menerima pengakuan bahwa mereka menjadi kurban.

Memang benar: Kita baru sekarang tahu betapa
luas pelecehan seksual terjadi dalam masyarakat luas. Apa pelecehan oleh pelatih olahraga, terhadap peragawati dan peragawan, dalam industri perfilman – ingat kasus Harvey Weinstein, – di sekolah dan asrama-asrama, di kantor-kantor oleh kolega laki-laki terhadap kolega perempuan atau oleh atasannya: itu sekarang baru diangkat di media. Pelecehan paling luas sekarang disadari terjadi di dalam lingkungan keluarga, terutama oleh ayah terhadap anak. Bahwa di Indonesia undang-undang perlindungan perempuan saja masih dilawan, malah atas nama agama, teramat memalukan. Tetapi itu bukan alasan untuk
menganggap pelecehan dalam Gereja biasa saja.

Para tertahbis mengikatkan diri dalam selibat dan
kaul keperawanan untuk tidak melakukan aktivitas
seksual apa pun. Sebagai orang tertahbis, mereka
adalah orang yang disucikan kepada Tuhan, yang
berada dalam kewajiban khusus untuk menjadi teladan. Memakai kekuasaan rohani untuk melakukan pelecehan tak kurang suatu pengkhianatan.

Fakta Mengerikan
Fakta-fakta memang cukup mengerikan. Suatu penelitian di enam keuskupan di Pennsylvania di
Amerika Serika menghasilkan bahwa selama 70 tahun 301 imam melecehi lebih dari 1000 anak, kebanyakan laki-laki, tetapi diperkirakan ada ribuan lebih banyak. Penelitian MHG atas nama para uskup Jerman menghasilkan perkiraan bahwa sampai sembilan persen semua imam pernah melakukan pelecehan seksual.

Ada dua kardinal yang sekarang di penjara (dua-
duanya naik banding, mengaku tidak bersalah), dan ada kardinal yang dua tahun lalu diberhentikan dari imamatnya oleh Paus Fransiskus. Ada kasus pendiri Legionaires of Christ yang ternyata memperkosa beberapa anggota muda komunitasnya sendiri dan secara rahasia mempunyai dua istri dan beberapa anak; ia
ditindak oleh Paus Benediktus. Dua tahun lalu Paus Fransiskus mengumpulkan semua uskup Chili di Vatikan dan minta agar mereka semua menawarkan pengunduran diri karena dituduh menutup-nutupi pelecehan di dalam keuskupan mereka. Enam uskup kemudian diberhentikan. Bulan Desember. lalu Paus Fransiskus menerima pengunduran diri Duta Vatikan di Prancis yang dituduh melakukan pelecehan pada suatu resepsi.

Suatu segi baru dibuka sendiri oleh Paus Fransiskus. Dalam konperensi pers di pesawat terbang tahun lalu, Paus mengakui, bahwa ada suster yang diperbudak secara seksual oleh orang tertahbis. Hanya seminggu kemudian di media internasional muncul foto enam suster India, yang berani melawan suster atasan mereka untuk melindungi rekan suster yang oleh atasannya itu disuruh ”melayani” uskup mereka. Suster itu selama dua tahun, 13 kali diperkosa oleh uskup itu (uskup itu sekarang sudah diberhentikan oleh Paus dan dihukum penjara).

Sejak itu pelecehan terhadap suster mulai diperhatikan. Dengan motu proprio berjudul Vos Etis Lux Mundi bulan Mei tahun lalu, Paus menetapkan, bahwa segenap pelecehan harus ditindak tegas. Paus juga menetapkan, di mana pelecehan bersifat kriminal, alat negara harus dilibatkan.

Merupakan Rahmat
Kita bisa berkata apa? Barangkali bahwa di mana
ada kekuasaan tak terkontrol, kebusukan akan
berkembang, juga dalam Gereja. Menurut para ahli,
pelecehan seksual tidak ada kaitan dengan budaya
tertentu. Jadi diperkirakan bahwa kebusukan itu terjadi di seluruh dunia, hanya di banyak daerah belum muncul ke permukaan. Menurut penulis ini kita harus mengikuti petunjuk Paus dan berani membuka aib itu. Pelecehan anak, pemuda maupun suster dalam Gereja oleh personal tertahbis tidak boleh ditutup-tutup lagi. Perlu juga diperhatikan: kalau ternyata sembilan persen semua imam terlibat (dengan cara-cara berbeda, seperti ditemukan di Jerman), itu berarti bahwa 91
persen tidak terlibat. Jadi bahwa tidak perlu segenap imam tertahbis dicurigai.

Dari umat diharapkan, bahwa pelecehan seksual
oleh aparat Gerjani tidak dibiarkan. Pelecehan itu
perbuatan kriminal yang harus dihentikan. Langkah–langkah yang sudah diambil oleh Konferensi Uskup Indonesia (Konferensi Waligereja Indonesia) harus didukung dan dipertajam, sesuai dengan harapan Paus. Bahwa dalam Gereja terjadi dosa-dosa seperti itu amat memalukan, tetapi Gereja memang terdiri atas pendosa, di mana yang tertahbis pun termasuk.
Bahwa pelecehan seksual mulai dibuka juga merupakan rahmat yang ditawarkan Tuhan.

Franz Magnis-Suseno SJ

HIDUP NO.05 2020, 2 Februari 2020

 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles