web page hit counter
Jumat, 22 November 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Surga atau Neraka

3/5 - (4 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Kenapa Gereja Katolik merayakan hari arwah? Sejak kapan dan bagaimana tradisi ini berkembang? Lalu, bagaimana pandangan Gereja terhadap mereka yang sudah meninggal?

Ni Kadek Susanti, Bali

Gereja sejak awal mempercayai, bahwa Kristus menyelamatkan semua orang dan memberikan pengharapan akan adanya kehidupan kekal. Pendasaran ini juga memberikan keyakinan, bahwa semua jiwa itu akan memperoleh keselamatan kekal sesudah kematian.

Iman Gereja menunjukkan, jiwa manusia setelah kematian itu bisa menuju pada tiga tempat: Surga, Neraka, dan Api Penyucian. Jelas bahwa jiwa yang suci langsung masuk Surga, sebaliknya jiwa yang penuh dosa ke Neraka.

Bagaimana dengan Api Penyucian? Inilah yang sebenarnya menjadi dasar bagi Peringatan Arwah Orang Beriman. Gereja meyakini, bahwa tidak semua jiwa akan masuk ke Surga karena jiwa itu “belum disucikan sepenuhnya” (KGK 1030). Sehingga, mereka akan menjalankan pemurniaan jiwa di Purgatorium (Penyucian Akhir).

Kitab Suci memberikan penggambaran ini dalam Kitab Makabe, yang menggambarkan Yudas yang mendorong, agar membuat korban penebus untuk semua orang yang sudah mati (Bdk.2 Mak 12:42-46).

Santo Gregorius Agung memberikan penegasan akan iman Gereja ini (Bdk. Dialog 4,39), bahwa ada Api Penyucian untuk dosa-dosa ringan tertentu, karena Gereja meyakini sebagaimana Kitab Suci menyatakan sendiri, bahwasanya ada dosa yang tidak diampuni karena Roh Kudus baik di dunia maupun dunia yang akan datang (Bdk. Mat 12:32).

Penegasan Paus Gregorius Agung memberikan keyakinan, bahwa ada tempat bagi jiwa-jiwa untuk membersihkan dirinya dari dosa-dosa yang belum mendapatkan pengampunan sempurna. Oleh sebab itu, Santo Yohanes Krisostomus mengatakan: “Jangan kita bimbang untuk membantu orang-orang mati dan mempersembahkan doa untuk mereka” (Homili tentang 1 Korintus 41,5).

Kapan perayaan semacam ini dimulai? Berdasarkan sejarah, Peringatan Arwah Semua Orang Beriman ini dirayakan secara tahunan sejak St. Odilo dari Cluny tahun 998, meminta agar ada Ekaristi, khusus bagi arwah setiap tahun di biara-biara ordonya. Maka, sebagaimana suatu ordo, perayaan ini kemudian cepat menyebar di rumah-rumah biara lain dan keuskupan-keuskupan di Perancis, hingga seluruh Gereja Barat.

Kemudian, Peringatan Arwah Semua Orang Beriman ini menjadi suatu yang spesial karena Paus memberikan izin khusus kepada imam, agar dapat merayakan Ekaristi sebanyak tiga kali pada hari itu. Awalnya, Paus Leo XIII tidak memberikan hak itu, tetapi meminta agar ada Misa Requiem pada Hari Minggu 30 September 1888. Namun, Paus Benediktus XV memberikan wewenang kepada para imam dalam Bulla Incruentumaltaris (1915) untuk merayakan sebanyak tiga kali pada peringatan arwah tersebut.

Pada Peringatan Arwah Semua Orang Beriman, yang dirayakan tanggal 2 November, selain merayakan Ekaristi bagi seluruh jiwa di Api Penyucian, umat Katolik dianjurkan untuk datang ke makam, bahkan bisa pula merayakan Ekaristi di sana. Anjuran ini dibuat karena iman Kristiani memahami pentingnya berdoa bagi jiwa-jiwa yang berada di Api Penyucian, yakni “supaya mereka disucikan dan dapat memandang Allah dalam kebahagiaan” (KGK 1032).

Selain itu pula, Gereja juga menganjurkan kepada seluruh umat Allah untuk melakukan amal, indulgensi, dan karya penitensi demi orang-orang mati. Memang, Peringatan Arwah Semua Orang Beriman ini tidak luput dari pemahaman iman Gereja akan kematian atau kehidupan setelah orang meninggal. Bagi iman Katolik, “Kematian adalah titik akhir perziarahan manusia di dunia, titik akhir dari masa rahmat dan belas kasihan, yang Allah berikan kepada manusia” (KGK 1013).

Mereka yang telah meninggal, jiwanya dipisahkan dari badan dan menantikan kebangkitan kekal yang terjadi pada saat Yesus Kristus datang kedua kali, sehingga “Seperti Kristus telah bangkit dan hidup untuk selamanya, demikian juga kita semua akan bangkit pada hari Kiamat” (KGK 1016).

Oleh sebab itu, jiwa yang telah meninggal tidak akan mengalami reinkarnasi karena “Manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja dan sesudah itu dihakimi” (Ibr 9:27). Jiwa ini setelah kematian akan ditentukan berdasarkan tindakannya di dunia apakah layak masuk Surga atau Neraka.

Pastor Yohanes Benny Suwito

HIDUP NO.45 2019, 10 November 2019

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles