web page hit counter
Jumat, 22 November 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Mgr. Aloysius Murwito, OFM : Gerak Bersama untuk Keluarga Asmat

Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – Keuskupan Agats berdiri bersamaan dengan pentahbisan uskup pertamanya, Mgr. Alphonse A. Sowada, OSC, 50 tahun silam. Zaman terus bergerak, Asmat pun ikut bergerak. Di paruh abadnya ini, Keuskupan Agats Asmat terus mencari bentuk pelayanan pastoral yang paling sesuai dengan kondisi Asmat. Seperti apakah perjuangan Gereja mewartakan Kabar Gembira di tanah Asmat? Berikut nukilan wawancara HIDUP dengan Uskup Agats Asmat, Mgr. Aloysius Murwito, OFM, melalui pesawat telepon, Kamis, 31/10.

Kurang dari sebulan Keuskupan Agats Asmat akan merayakan usia emasnya. Seperti apa perayaan yang dihelat di keuskupan?

Keuskupan Agats Asmat hadir setelah Injil masuk di Tanah Asmat tahun 1953. Tahun ini beberapa event menjadi tanda ucapan syukur kami, yang telah dimulai sejak awal tahun. Pada Februari, kami bersyukur memiliki imam seorang putra Asmat setelah 50 tahun. Anak-anak mengikuti jambore sementara pada April hingga September, OMK menyelenggarakan perarakan salib dari satu ke paroki lain, banyak umat terlibat.

Selama enam bulan, salib berputar dari satu paroki ke paroki yang lain, termasuk stasi. Salib ini disemayamkan di masing-masing titik selama minimal satu malam. Salib tidak diarak dengan berjalan kaki atau dengan mobil, motor seperti di tempat lain, tetapi dibawa dengan speedboat atau longboat. Parade perahu di sungai bahkan di tengah gelombang laut yang menantang, tidak menyurutkan semangat OMK.

Baca Juga:  Keuskupan Sibolga Lima Tahun ke Depan

Antusias umat luar biasa. Keterlibatan OMK menunjukkan antusiasme semangat beriman kepada Yesus Kristus. Walaupun kadang ada kesan umat kurang aktif tetapi kalau melihat event-event ini sangat memicu semangat untuk hidup sebagai warga Gereja Katolik.

Menandai 50 tahun, kami juga sedang mencoba radio komunitas untuk on air. Rupanya radio ini bisa menjangkau paroki-paroki, bukan hanya radio komunitas. Ini menanggapi kebutuhan informasi umat. Budaya menulis dan membaca masyarakat kami masih sangat kurang, tetapi budaya mendengar saya rasa cukup kuat. Selain program-program hiburan yang disenangi oleh orang muda, ada yang lebih serius dan bernilai, yaitu menyampaikan ajaran Kristiani, nilai-nilai kemanusiaan universal, berita-berita penting, juga program program edukatif.

Apakah Musyawarah Pastoral (Muspas) yang baru saja dilaksanakan di Keuskupan Agats juga dapat dipahami dalam kerangka perayaan pesta emas ini?

Tanggal 7-13 Oktober lalu, kami selenggarakan Musyawarah Pastoral Keuskupan Agats. Perwakilan paroki dan kelompok kategorial membahas rencana strategis pastoral untuk lima tahun ke depan. Kami mengangkat tema keluarga, karena saya merasa dalam perjalanan waktu keluarga kurang disapa, dikunjungi, dan mendapat pendampingan. Kami ingin terjadi perubahan dalam hidup berkeluarga, jumlah suami yang meninggalkan istrinya atau menerapkan hidup poligami berkurang.

Melalui penyuluhan dan pendampingan, orangtua semakin bertanggungjawab terhadap pendidikan anak, baik formal maupun informal. Relasi suami istri juga semakin baik. Dengan menyapa keluarga, terjadi penanaman nilai-nilai iman Katolik.

Baca Juga:  Buah-buah Sinode III Keuskupan Sibolga Harus Menjadi Milik Seluruh Umat

Puncak perayaan emas akan dihelat pada 24 November nanti. Kami mau bersyukur dengan merayakan Ekaristi bersama. Rencananya, Nunsio Apostolik Mgr. Piero Pioppo, Kardinal Ignatius Suharyo, dan para uskup lainnya akan hadir. Perayaan ini kami kemas dalam pesta budaya tahunan yang diselenggarakan keuskupan dan Pemerintah Kabupaten Asmat.

Selama ini seperti apa pelayanan pastoral yang diberikan kepada umat Agats Asmat?

Dari total 100 ribu penduduk, umat Katolik berjumlah 65 ribu dan tersebar di berbagai kampung yang saling berjauhan. Saat ini umat dilayani oleh petugas-petugas pastoral tertahbis dan awam.

Saat ini, kami ingin berfokus pada keluarga, melalui komisi-komisi terkait seperti pendidikan, pangan, sosial ekonomi, kateketik. Komisi-komisi ini tetap menjalankan tugas masing-masing namun harus lebih melibatkan keluarga dalam pelayanannya. Perhatian terhadap keluarga juga termasuk administrasi yang lebih baik.

Selain geografis, apa saja tantangan yang dihadapi oleh Gereja Asmat?

Asmat ini daerah yang unik, khas, tidak bisa dibandingkan dengan yang lain. Daerah kami daerah lumpur, daerah air tetapi air asam. Pasang surut air laut tidak tentu, kami memantaunya dari kalender air. Bila pasang tinggi, air akan menggenangi kebun-kebun kami dan menyulapnya menjadi kolam besar yang bisa dilewati perahu dayung. Memancing
bisa dilakukan di depan rumah.

Air untuk konsumsi dan kebutuhan rumah tangga bergantung pada air hujan karena kalau mengebor sumur, di kedalaman 100 meter, air masih keruh. Syukur kepada Tuhan, musim di Asmat berbeda dari Jawa. Waktu saya kecil, musim kemarau di Jawa pasti jatuh pada April-Oktober dan hujan Oktober-April. Di Asmat tidak seperti itu. Sebentar-sebentar hujan, sebentar-sebentar panas, dan berlaku sepanjang tahun. Curah hujan relatif tinggi. Menurut pengamat, hujan turun selam 200 hari dalam satu tahun.

Baca Juga:  Keuskupan Sibolga Lima Tahun ke Depan

Keunikan lainnya adalah masyarakat kami bukan petani atau nelayan. Orang Agats makan sagu tapi tidak perlu menanam sagu. Makan ikan, sungai ada di depan perkampungan. Mau makan babi tinggal pergi berburu atau pasang jerat di hutan. Masyarakat kami memang agak dimanja alam. Efek negatifnya; orang tidak berusaha. Semuanya sudah ada, jadi apa gunanya sekolah? Akibatnya sekolah tidak berjalan. Ini menjadi tantangan dan perjuangan.

Keunikan lain, yang positif, Asmat adalah gudang pengukir. Karya seni uki Asmat dikenal di mana-mana. Sejak masa Bapa Uskup yang lama, pesta budaya seni ukir selalu diselenggarakan setiap tahun, biasanya Minggu kedua bulan Oktober. Orang-orang Asmat kaya permenungan. Mereka memiliki kemampuan untuk menghasilkan secara nyata dan kreatif apa yang dipermenungkan, melaui hasil-hasil ukiran.

Seperti itu menantangnya; masyarakat dan alamnya. Perjalanan pastor-pastor di Agats Asmat pun tidak gampang, khususnya paroki-paroki yang memang harus menempuh laut. Terjangan ombak menjadi santapan harian.

HIDUP NO.45 2019, 10 November 2019

ARTIKEL SEBELUMNYA
ARTIKEL SELANJUTNYA

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles