web page hit counter
Jumat, 22 November 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Merangkul Dunia Melalui Rosario Misioner

Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – Bersamaan dengan bulan Rosario, Oktober juga menjadi Bulan Misi.

Paus Fransiskus menetapkan bulan Oktober 2019 sebagai Bulan Misi Luar Biasa. Penetapan ini juga dalam rangka memperingati 100 tahun Surat Apostolik Maximum Illud. Menyambut bulan ini, Komisi Karya Misioner Konferensi Waligereja Indonesia (KKM KWI) telah menggelar Kongres Misi pada awal Agustus lalu. Dalam kongres ini, utusan dari setiap keuskupan berkumpul untuk merumuskan langkah dan terobosan misi ke depan, juga secara khusus untuk Bulan Misi Luar Biasa ini.

Direktur Nasional Karya Kepausan Indonesia (KKI), Romo Markus Nur Widipranoto, mengatakan, keuskupan-keuskupan sudah ada yang mengambil tindak lanjut kongres. Berbagai keuskupan sudah berkomitmen membuat rangkaian acara yaitu dengan selebrasi dan edukasi. Beberapa uskup bahkan ada yang mengeluarkan Surat Gembala, di antaranya Keuskupan Agung Semarang dan Keuskupan Manado.

Uskup Agung Semarang telah menulis Surat Gembala berjudul “Mewartakan Injil Adalah Keharusan, bukan Pilihan” yang akan dibacakan pada Misa Minggu, 20/10 mendatang. Sementara itu, di Keuskupan Bandung sedang dilaksanakan secara meriah, Pekan Misi Nasional keempat mulai Sabtu, 21/9, hingga 20/10.

Baca Juga:  PESAN NATAL KWI DAN PGI: “MARILAH SEKARANG KITA PERGI KE BETLEHEM” (LUK 2:15)

Romo Nur Widi juga mengatakan, bulan Oktober sebagai Bulan Misi telah ditetapkan oleh Paus Pius XII. “Paus Pius juga melalui Komisi Kepausan Roma menentukan pekan-pekan dalam Oktober, berturut-turut, sebagai pekan doa, pekan korban, pekan solidaritas dengan mengumpulkan dana untuk misi, dan pekan syukur atas amanat dan panggilan misioner,” katanya saat ditemui usai Misa Pembukaan Bulan Misi Luar Biasa di Gereja St. Perawan Maria Diangkat ke Surga, Katedral Jakarta, Selasa, 1/10.

Sebelum Misa Pembukaan, umat bersama-sama berdoa Rosario. Untaian bulir-bulir yang digunakan adalah Rosario Lima Warna yang dikenal sebagai Rosario Hidup atau Rosario Misioner. Sejak tahun lalu, KKI dan KKM KWI melalui para Direktur Diosesan (Dirdos), mengajak semua umat berdoa Rosario Misioner. Kebiasaan Doa Rosario bersama, kata Romo Nur Widi menjadi kesempatan untuk memperkenakan Doa Rosario yang masih belum populer di tengah umat ini. Mengutip mendiang Mgr. Fulton J. Sheen, Romo Nur Widi menyebut dengan berdoa Rosario Misioner, kita sudah merangkul dunia.

Baca Juga:  PESAN NATAL KWI DAN PGI: “MARILAH SEKARANG KITA PERGI KE BETLEHEM” (LUK 2:15)

Demi mendukung gerakan doa ini, KKI dan KKM KWI menyediakan bantuan-bantuan untuk renungan misioner dan renungan harian. “Maksudnya agar ketika umat berkumpul tak hanya mendaraskan Doa Rosario tetapi ada renungan yang bisa menjadi bahan atau sarana membangkitkan kembali dan memperdalam kesadaran misioner,” katanya.

Renungan-renungan ini didasarkan pada kalender liturgi tetapi dalam sudut pandang misi. Ini, kata Romo Nur Widi, menjadi bantuan bagi segenap umat beriman untuk semakin menyadari bahwa dirinya diutus. “Setiap orang yang sudah dibaptis dan mengaku diri Katolik, dia mendapatkan mandat misioner yang diberikan oleh Tuhan sendiri,” tuturnya.

Ketua Komisi Panggilan Keuskupan Agung Jakarta (KAJ), Romo Yohanes Radityo Wisnu Wicaksono, menjelaskan, lima warna ini mewakili lima benua. Hijau untuk Afrika, merah untuk Amerika, putih untuk Eropa, biru untuk Oseania dan Australia, dan kuning untuk Asia.

Baca Juga:  PESAN NATAL KWI DAN PGI: “MARILAH SEKARANG KITA PERGI KE BETLEHEM” (LUK 2:15)

Rosario Misioner sudah ada lama sejak Serikat Kepausan Pengembangan Iman berdiri pada 1826. Doa Rosario itu untuk mendukung karya misi di seluruh dunia. Meski demikian, Romo Wisnu yang juga Dirdios KKI KAJ ini mengatakan, bermisi tak selalu berarti misi ke luar. “Bermisi keluar memang penting namun yang lebih penting adalah bagaimana setiap pribadi itu bermisi atau keluar dari kenyamanan untuk melayani,” ujarnya.

Ia berharap, semakin banyak umat KAJ ingin terlibat sebagai ketua lingkungan, prodiakon, dan misdinar. “Pelayanan-pelayanan ini sering kurang diminati, masih banyak umat lebih memilih mengikuti Misa saja, setelah itu pulang dan selesai. Semoga makin banyak yang mau melayani di lingkungan dan paroki dengan sukacita,” harapnya.

Hermina Wulohering

HIDUP NO.41 2019, 13 Oktober 2019

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles