HIDUPKATOLIK.com – Sempat menjadi guru, kini ia menjadi wiraswasta. Meski demikian, di tempat usahanya, ia selalu menganggap dirinya karyawan, bosnya adalah Tuhan.
Tak banyak kata terlontar dari mulutnya. Namun, senyum dan sikap yang ramah menjadi magnet pergaulannya. Agung selalu menjalin relasi dan silaturahmi dengan siapapun. Ia tak memandang perbedaan strata sosial atau agama. Hal ini tak lepas dari jalan hidup yang mulai mengubahnya sejak 1998.
Usai mengabdikan diri sebagai guru dan karyawan kantoran, Yohanes Agung Arianta mengubah 180 derajat jalan hidupnya. Ia merintis usaha di Surabaya, Jawa Timur. Dia mengklaim, dirinya adalah orang pertama yang menjalankan sistem Payment Point Online Bank (PPOB) pada 2009. PPOB merupakan perusahaan penyedia produk atau jasa layanan daring (online) yang diterbitkan khusus untuk pembayaran.
Menjelang usia emas (50 tahun), Agung, sapaannya, berharap dirinya tak sekadar menjalani kehidupan. Ia ingin membaktikan pribadinya sebagai saluran berkat bagi orang lain. Maka, ia merintis usaha konveksi. Karyawan di sana adalah masyarakat sekitar. Perusahaan itu berkembang. Banyak korporasi besar percaya dengan kualitas jahitan konveksinya.
Mendarah Daging
Kelincahan, kelihaian, serta kepedulian kepada sesama menjadi andil besar dalam membesarkan usahanya. Bahkan, Agung juga merambah bisnis di penggilingan batu dan penambangan pasir. Ia turut memasok bahan pembangunan bandara baru Yogyakarta International Airport (YIA) di Kulon Progo. Namun, omzet bisnis milyaran yang ditangani tak serta merta membuatnya tinggi hati.
Menurutnya, ada perbedaan antara orang yang punya banyak uang dan orang yang selalu dicukupi oleh Tuhan. Kalau orang merasa punya banyak uang, ia akan merasa punya segalanya. Ini kerap kali membuat seseorang jatuh pada kesombongan. Bila hal itu terjadi, orang akan melupakan Tuhan, yang telah ikut campur dalam keberhasilannya.
Orang sombong, lanjut Agung, belum tentu dicukupi oleh Tuhan. Tetapi, orang yang berusaha dan berserah diri kepada Tuhan, akan selalu merasa bahwa Tuhan bakal mencukupi segala kebutuhannya. “Ini selalu saya tanamkan kepada anak-anak dan para karyawan,” katanya.
Falsafah hidup itu juga selalu diyakini dan dijalankannya hingga kini. “Saya selalu merasa bahwa segala usaha dan kelimpahan yang ada di keluarga saya itu semua milik Tuhan. Saya hanya dititipi untuk menjadi saluran berkat bagi orang lain,” kata bapak dua anak ini.
Ucapan Agung bukan pepesan kosong. Prinsip tersebut menjiwai sepak terjangnya dalam berbisnis. Setiap usaha yang dijalankan selalu dibuat agar bisa membawa manfaat untuk karyawan, masyarakat sekitar lokasi usaha, maupun masyarakat luas.
Loyalitas dan kejujuran menjadi budaya perusahaan yang tak bisa ditawar. Ia membangun mushala untuk para karyawan. Agung tak segan untuk menegur karyawan yang malas atau abai beribadah Jumat. “Prinsip saya, kalau mereka rajin berdoa atau shalat, maka niat jahat atau tidak jujur akan hilang,” ungkapnya.
Agung pun secara mantap mengakui, usaha dan segala berkat yang diterima saat ini melulu karena kebaikan dan kemurahan Tuhan. “Saya selalu pasrah dan percaya saja kepada Tuhan. Karena itu bisnis saya ini lebih merupakan mukjizat bagi saya,” katanya.
Ia bahkan mengaku telah meneken kontrak bermeterai bahwa dirinya hanya karyawan Tuhan. Dia-lah yang memiliki usaha. Kalaupun banyak keuntungan yang dihasilkan, itu milik Tuhan. Demikian pula, kalau banyak utang, maka ia yakin Tuhan pula yang akan membayar-Nya. Sikap iman dan kepasrahan itu sangat mendarah daging yang menjiwai usaha yang dijalankannya hingga sekarang.
Menekankan Prinsip
Umat Paroki St Maria Tak Bercela Surabaya ini menanamkan keyakinan dan nilai kebaikan ini di dalam keluarga. Sang istri, Lusia Maria Wulansari Kusumawardhani, senantiasa berdoa setiap pukul tiga pagi. Ia selalu mengingatkan dirinya setiap hari agar menjadi saluran berkat bagi siapapun.
Anak sulung mereka, Yohanes de Britto Krisna Arianta, pun memiliki segudang prestasi. Kepiawaian dalam bidang robotik akan memboyongnya ke Jepang tahun ini. Si bungsu, Felisitas Celine Arianta, juga turut mengharumkan nama keluarga dan sekolah lewat penampilannya bersama kelompok paduan suara sekolah dalam perlombaan yang dihelat di Thailand beberapa waktu lalu.
Pengalaman iman yang pernah ia alami bersama istri membuatnya yakin akan penyelenggaran Tuhan dalam hidup keluarga mereka. Ia meyakini sebuah ayat kitab suci yang diambil dari Yakobus 5:16b, “Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya.” Ayat ini diperoleh secara acak oleh istri Agung saat Adorasi. Ternyata, bab dan ayat itu sampa dengan tanggal lahir Agung dan nomor rumah yang ditempati keluarganya. Tapi yang jelas, ayat itu selalu menjadi pegangan dalam setiap sepak terjangnya di dunia bisnis hingga sekarang.
Pengalaman Agung bergabung dalam komunitas Kristiani makin menguatkan panggilan hatinya. Ia dipercaya sebagai ketua camp Pukat Business Community (PBC) untuk pengusaha Katolik. Nilai-nilai kristiani yang menjiwai bisnisnya itu ditularkan ke semua relasi bisnis yang melampaui sekat agama, suku, dan golongan.
Pernah ia menegur pengusaha mie yang menggunakan bahan pengawet. Ia juga pernah “menyentil” seorang pengusaha restoran terkenal agar tidak menggunakan tabung gas tiga kilogram. Gas tersebut merupakan hak masyarakat miskin. Pengusaha rumah makan itu akhirnya mengganti semua tabung gas dengan kapasitas 12 kilogram di semua cabang usaha. Tabung gas tiga kilogram miliknya ia berikan kepada warga miskin secara pro deo. “Nyatanya dengan berbuat begitu, teman pengusaha itu tidak bangkrut kok. Karena ia benar dan berada di jalan Tuhan,” katanya.
Kejujuran, keadilan, dan tanggung jawab ia tanamkan dalam semua bisnis dan partner kerjanya. Dalam usaha penggilingan batu dan penambangan pasir di Pajangan, Bantul, Agung sangat menekankan prinsip kejujuran kepada karyawannya. Ia berkomitmen untuk memberikan kontribusi dan kompensasi dari setiap truk untuk otoritas kampung, tempat usahanya berada.
Ia juga merekrut tenaga kerja dari warga sekitar. “Saya hanya ingin menyejahterakan masyarakat. Saya yakin dengan kita memberi kepada banyak orang, maka kita pun akan mendapat doa yang baik dari masyarakat. Toh, dengan memberi tidak membuat saya menjadi miskin. Meskipun, saya memberi bukan dengan pamrih seperti itu,” tandas Agung.
Spirit Utama
Sejak awal menjalani usaha, Agung yakin bahwa Tuhan-lah pemilik perusahaan. Sementara, keberadaannya di sana sebagai karyawan dan penyalur kebaikan Tuhan bagi kesejahteraan masyarakat. “Dengan keyakinan ini saya menjalankan usaha menjadi tenang, tidak khawatir,” katanya.
Agung sangat meyakini, doa dan harapan kebaikan dari sesama berjalan beriringan dengan prinsip bisnis yang benar di jalan Tuhan. Rupanya hal ini selalu menjadi spirit utama Agung dalam menjalankan usahanya hingga kini.
Leo Wahyudi S.
HIDUP NO.37 2019, 15 September 2019