HIDUPKATOLIK.com – Pada Perayaan Tahunan Minggu Laut, Takhta Suci serukan perlindungan hak-hak semua orang yang bekerja di laut.
Pada hari Minggu Laut, Gereja Katolik, bersama dengan Gereja-gereja lain, mengenang para pelaut dan berdoa bagi mereka, keluarga mereka dan mereka yang mendukung. Tahun ini, hari Minggu Laut jatuh pada tanggal 14 Juli. Dalam sebuah pesan yang menandai perayaan tahunan Minggu Laut, Takhta Suci menyerukan perlindungan hak-hak semua orang yang bekerja di laut.
Paus Fransiskus menandai kesempatan ini melalui media sosial Twitter dengan kicauan yang menyatakan, ia berdoa untuk para pelaut dan nelayan serta keluarga mereka, dan berusaha mendorong setiap upaya untuk melindungi hak asasi mereka seperti dilansir www.vaticannews.va, (14/7). Prefek Diskateri Vatikan untuk Mempromosikan Pembangunan Integral Manusia, Kardinal Peter Turkson juga mengeluarkan pesan yang sama, “Marilah organisasi internasional bersama dengan otoritas pemerintah dan berbagai pemain di dunia maritim memperbarui upaya untuk melindungi hak-hak semua orang yang bekerja di laut.”
Peran Penting Laut
Kardinal Turkson menyoroti peran penting pelaut dalam kehidupan sehari-hari. Ia melihat, berkat pekerjaan mereka arus perpindahan barang dan orang dapat dipermudah. “Belum lagi bahan bakar untuk mobil kita, pakaian yang kita kenakan, dan banyak barang lainnya semuanya dibuat di bagianbagian dunia yang jauh dan dibawa kepada kita oleh para pelaut, ” tuturnya. Kardinal Turkson mengatakan sudah sepantasnya untuk berhenti sejenak, merefleksikan betapa pentingnya pelaut bagi kenyamanan dan kesejahteraan masyarakat.
Di berbagai Gereja Kristen di seluruh dunia, hari Minggu kedua bulan Juli secara tradisional ditetapkan sebagai Minggu Laut. Satu hari di mana umat beriman diminta untuk mengingat dan berdoa bagi 1,5 juta pelaut yang berselang-seling melintasi lautan demi lautan, mengangkut hampir 90% barang dari satu negara ke negara lain.
Kardinal Turkson melihat bagaimana pelaut menjalani kehidupan yang penuh tantangan dan kesulitan. Selama berbulan-bulan, pelaut tinggal di ruang terbatas, jauh dari keluarga dan orang yang mereka cintai. Belum lagi, jika mereka harus mengalami kendala seperti pemberian gaji yang tertunda, kondisi kerja yang semakin berat, ancaman pembajakan, bahkan serangan teroris sekalipun.
Kardinal Turkson mengatakan, dalam kasus kecelakaan maritim, pelaut sering dikriminalisasi dan ditahan tanpa perlindungan hukum yang efektif. Maka, pelaut tidak mendapat perlakuan yang adil. Kondisi “sempit” demikian dikombinasikan dengan kurangnya lingkungan yang mendukung. Hal ini kerap mempengaruhi kesehatan mental pelaut. Rasa terisolasi dan depresi kerap menghantui, dibarengi dengan kekhawatiran berlebihan akibat memikirkan konsekuensi tragis yang akan dihadapi keluarga tercinta, awak kapal, dan pemilik kapal mereka bernaung.
Kardinal juga menyemangati kembali para imam pendamping dan relawan Stella Maris atau yang dikenal sebagai Kerasulan Laut. Ia mendesak mereka agar jangan jemu-jemu mendekati setiap pelaut dan nelayan, dengan komitmen yang sama yang dibangun oleh para perintis hampir 100 tahun silam. “Di hadapan para pelaut dari berbagai negara, saya mengundang kalian untuk mengenali wajah Kristus di tengah-tengah mereka. Dalam kebingungan bahasa, saya sarankan kalian untuk berbicara bahasa cinta Kristen yang menyambut semua orang tanpa mengecualikan siapa pun,” tandasnya.
Felicia Permata Hanggu
HIDUP NO.29 2019, 21 Juli 2019