HIDUPKATOLIK.com – Venerabilis Fulton J. Sheen
Uskup Agung Tituler Newport, Uskup Emeritus Rochester
Sedari dulu isu relasi telah menjadi perbincangan hangat di kalangan kaum klerus dan awam. Relasi selama pacaran menjadi penting karena menentukan kualitas perkawinan nantinya.
Dalam berpacaran Anda harus melihat pada empat aspek, yakni pertama, unsur ketertarikan. Ketertarikan tidak hanya soal fisik karena ini akan dimakan usia, ketertarikan dalam materi juga akan habis. Carilah unsur ketertarikan yakni kepentingan bersama untuk bersatu dalam keharmonisan melintasi ruang dan waktu, menuju panggilan sejati yakni hidup dalam kekekalan abadi bersama Kristus.
Kedua, jadilah pria yang rela berkorban. Pengorbanan merupakan perwujudan dari cinta sejati dan jauh lebih berharga dari emas atau perak. Para perempuan perhatikanlah, jika dalam masa berpacaran dia egois, sudah pasti dalam pernikahan akan seperti itu. Untuk itu, bantulah para pria untuk belajar menjadi pria yang rela berkorban dengan menjadi perempuan yang memiliki selubung misteri feminitas.
Ketiga, perempuan hendaklah menyadari feminitasnya. Setiap perempuan dipanggil menjadi seorang ibu entah secara fisik atau spiritual dengan mengasihi sesama dan senantiasa mengundang Roh Kudus di dalam segala situasi. Perempuan sejati adalah mereka yang mengandalkan iman. Kelemahlembutan menjadi kekuatannya. Ia akan selalu menampilkan misteri bukan hanya raga, tetapi jiwa, pikiran, dan hati. Jika ia adalah perempuan sejati, ia akan menuntun pasangannya untuk selalu terpaku kepada Tuhan. Semakin kudus seorang perempuan, semakin ia menjadi perempuan sejati.
Keempat, kajilah apakah kalian berdua memiliki kemauan dan kemampuan untuk berdoa bersama. Jika dapat berdoa bersama akan ada kesetiaan serta secara bersamaan sadar maupun tidak sadar akan ada pesona yang terbentuk antara keduanya yang tak akan lekang oleh waktu. Cinta mereka akan mengkristal dalam kasih Ilahi. Relasi mereka akan memancarkan kasih Kristus sendiri yang mau rendah hati menemani pasangan, menangung beban bersama, dan rindu secara terus menerus untuk bersatu di dalam kasih Kristus.
Bo Sanchez
Penulis, Pengusaha, dan Pengkhotbah Awam
Masa pacaran adalah masa untuk belajar berkomitmen kepada satu orang. Milikilah tujuan yang jelas dalam berpacaran yakni untuk menikah bukan untuk main-main. Undanglah pasanganmu untuk mengenal keluargamu. Biarlah orang disekelilingmu membantu untuk melihat apakah pacarmu adalah orang yang baik untukmu.
Mintalah sebanyak mungkin masukan tentang hubungan kalian dari orang terdekat seperti keluarga dan sahabat. Lalu, bertanyalah topik penting seperti: apa yang menjadi mimpimu? Apa saja pengalaman pahit atau manis yang paling signifikan di dalam hidupmu? Bagaimana caramu mengatur keuangan, seperti menabung dan membayar tagihan? Berapa banyak anak yang kau inginkan kelak? Bagaimana hubunganmu dengan orangtuamu? Bagaimana hubunganmu dengan Tuhan? Apakah kamu punya adiksi? Apakah ada sesuatu yang kamu sembunyikan selama ini?
Tidak hanya bertanya, bergabunglah dalam satu kegiatan seperti pelayanan bersama untuk melihat apakah kalian bisa berkerjasama dan saling mengisi serta menguatkan kekurangan dan kelebihan masing-masing. Terakhir, buatlah kesepakatan dengan pasanganmu untuk menjaga kemurnian dengan tidak menempatkan diri pada kondisi yang menuntunmu dalam pencobaan.
Pastor Rudi Rahkito Jati OMI
Pastor Paroki Trinitas Cengkareng, Jakarta
Ada tiga fondasi dasar dalam menjalin relasi berpacaran. Pertama, ketika berpacaran cobalah sebanyak mungkin mengetahui sejarah hidup pasangan. Perbanyaklah mengobrol bukan melakukan aktifitas tak terpuji. Caritahulah karakter pacarmu.
Kedua, kedua pasangan harus mengerti apa artinya mencintai. Mencintai artinya memberi bukan mengambil. Jadi, sudah siap mengalah jika ingin memasuki tahap yang lebih serius. Penting untuk mulai dilatih pada saat pacaran. Taurat mengatakan cintailah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu seperti kamu mencintai diri sendiri.
Berarti, kalau saya ajak makan, saya pesan mie spesial kamu juga harus mie spesial, tapi jika ajaran Yesus, saya pesan mie spesial kamu pesan apa saja boleh. Karena di dalam pesan apa saja, ada aspek pengorbanan disana.
Ketiga, memiliki konsep kebahagiaan yang kurang lebih sepaham. Konsep ini harus terus menerus dibacarakan agar klop. Perbedaan umur yang jauh juga membuat konsepnya berbeda. Maka saya tidak menyarankan pasangan dengan rentang usia yang jauh untuk menikah. Ideal perbedaan umur terpaut tiga sampai lima tahun.
Mgr Robert Emmet Barron
Uskup Auxilier Keuskupan Agung Los Angeles, pemenang film dokumenter terbaik mengenai iman Katolik, Host serial TV berjudul “Catholicism”
Hubungan antara pria dan wanita mirip dengan liturgi yakni mengungkapkan kehadiran Kristus. Ketika kita menyanyikan, “Kemuliaan kepada Allah di tempat yang maha tinggi dan damai di bumi kepada semua orang” ini adalah formula jika kita mengidamkan sukacita, kedamaian, dan kesuksesan. Artinya, ketika Tuhan ditinggikan, maka damai akan mengikuti. Ketika sepasang kekasih jatuh cinta dengan Yang Ilahi, maka hubungan mereka dapat dipastikan berada pada situasi damai sejahtera.
Saya selalu menanyakan kepada pasangan muda yang akan menikah, “Mengapa ingin menikah di Gereja Katolik?” Jawaban yang hampir sering saya temukan adalah karena kami saling mengasihi. Tetapi jawaban ini tidak cukup kuat untuk menikah. Jawaban yang seharusnya dikatakan adalah kami sudah melalui tahap pengkajian. Kami menemukan bahwa kami berdua mengasihi Tuhan. Kami melihat bahwa adalah tujuan Tuhan, untuk menyatukan kami berdua agar rencana keselamatan-Nya tercapai. Pertemuan kami bukanlah sekedar pertemuan biasa tetapi sebuah misteri.
Untuk itu, ketika dalam tahap membina relasi hendaklah sampai menemukan pertanyaan, “Apakah bersatunya kami berdua adalah untuk membantu kami menemukan keselamatan dan dengan bersama di masa depan kami dapat memenuhi misi kami yakni mencapai kehidupan kekal?” Ketika sudah menemukan jawaban atas pertanyaan tadi, ini berarti sebagai pasangan, kalian sudah siap untuk berdiri di altar Tuhan dan berkata, “Tuhan kami ingin menikah di dalam hadirat-Mu.”
Felicia Permata Hanggu
HIDUP NO.22 2019, 2 Juni 2019