HIDUPKATOLIK.com – Bruder Philippus Satidja Mulyoharjono SJ dikenal sebagai Jesuit yang selalu bergembira. Di usianya yang lanjut, ia tetap bersemangat untuk menyapu sendiri dedaunan yang gugur di halaman depan kamarnya di Wisma Emmaus, Girisonta. “Sesekali, ketika saya menatapnya, ia tersenyum, bahkan dia tertawa,” tulis Ekonom Komunitas Novisiat St. Stanislaus, Girisonta, Br Dieng Karnedi SJ pada Rabu (6/3/2019) dalam buku “Anda itu Siapa? Bruder Jesuit”.
Kelahiran Bekang Panggang, Ganjuran pada 1 Mei 1925 dari pasangan petani (Alm.) Sapawira ini adalah tentara pejuang kemerdekaan Indonesia semasa hidupnya. Br Mul, sapaannya, sadar betul, hidup sebagai tentara tentu penuh bahaya. “Ya, aku jadi tentara! Bagiku, hidup sebagai tentara berarti hidup dekat dengan bayang-bayang kematian,” ujar Br Mul kepada Br Dieng.
Di tengah pergumulan semasa perjuangan itu, ia menyadari akan hidup yang terlalu singkat, terlebih saat berada di medan perang. Akhirnya, ia pun memilih jalan hidup untuk menjadi laskar Kristus dengan menjadi seorang bruder Jesuit. “Menanggapi panggilan itu, ia justru dikaruniai usia panjang dan menjadi seorang pendoa bagi gereja dan serikat,” pungkas Br Dieng.
Br Mul, dipanggil Tuhan pada Rabu, 6 Maret 2019, pukul 12.54 WIB di RS St.Elisabeth, Semarang, Jawa Tengah dalam usia 94 tahun. Sebelumnya, ia sempat dirawat selama tiga hari, namun kondisinya semakin melemah. Sebelum meninggal, ia menerima Sakramen Minyak Suci dari Uskup Semarang Mgr Robertus Rubiyatmoko.
Antonius Bilandoro
HIDUP NO.13 2019, 31 Maret 2019