HIDUPKATOLIK.com – Dalam suasana Paskah Gereja diharap peka dan tanggap terhadap persoalan dunia. Di sela Pekan Suci, Paus menyatakan senang jika bisa berkunjung ke Indonesia.
Dalam Pekan Suci, Senin, 21/3, Paus Fransiskus menerima Surat Kepercayaan dari Presiden RI Joko Widodo, yang menandai permulaan penugasan Duta Besar RI untuk Takhta Suci, Vatikan, Antonius Agus Sriyono. Setelah acara penyerahan surat kepercayaan di Istana Apostolik Vatikan, Bapa Suci menerima Dubes Sriyono dalam pertemuan empat mata di ruang audiensi selama 20 menit.
Dalam Press Release yang dikirim KBRI ke HIDUP disebutkan bahwa Bapa Suci dan Dubes Sriyono membicarakan peningkatan hubungan bilateral dua negara. Dalam pertemuan empat mata itu, Dubes Sriyono menyampaikan harapan Pemerintah Indonesia bagi Paus untuk berkenan menghadiri “7th Asian Youth Day†di Indonesia 30 Juli – 6 Agustus 2017. Paus secara spesifik menyebutkan bahwa dirinya akan senang jika dapat berunjung ke Indonesia.
Dalam kesempatan audiensi itu, Dubes Sriyono menggarisbawahi dua isu yang menjadi prioritas masa penugasannya yakni dialog antaragama dan kerjasama dengan Museum Vatikan. Sehubungan dengan dialog antaragama, Bapa Suci menyampaikan dukungannya untuk peningkatan dialog antarumat beragama. “Bukankah kita adalah anak-anak Abraham,†kata Bapa Suci seperti dikutip siaran pers KBRI untuk Vatikan. Hal itu merujuk pada sejarah tiga agama samawi yang mengakui Abraham sebagai salah seorang nabi. Paus juga menyadari bahwa Indonesia merupakan negara dengan mayoritas penduduk Muslim terbesar di dunia dan sangat plural dari segi agama, suku, bahasa, dan budaya.
Dalam audiensi itu, Dubes Sriyono juga menjelaskan bahwa Indonesia memiliki sekitar 10 ribu biarawan/ biarawati. Sekitar 1.500 orang di antaranya mengabdikan diri di Italia untuk tugas kerasulan, termasuk mereka yang sedang menempuh pendidikan di Roma dan sekitarnya. Indonesia merupakan negara pemasok biarawan-biarawati terbesar kedua di Asia setelah Filipina.
Kerahiman Allah
Usai Misa Paskah, Minggu siang, 27/3, Bapa Suci memberikan berkat Urbi et Orbi dari jendela Basilika St Petrus. Dalam Audiensi Umum itu, ia mengajak seluruh umat berdoa bagi sesama yang tertindas–khususnya di Suriah, Irak, Libya dan Yaman. “Sebab Kristus yang telah bangkit membuat kita mampu bersaksi tentang Dia, bahwa Dialah Raja, Tuhan dan Guru.Yesus yang disalibkan tidak ada di sini tetapi telah bangkit†(Mat 28:5-6). Kristus yang bangkit menumbuhkan harapan bagi rakyat Suriah yang tak henti dilanda konflik. “Semoga pesan kehidupan yang dibawa Malaikat di samping makam Yesus, mengatasi hati yang membatu dan keras sekaligus memberi hidup bagi masyarakat di sekitar Laut Mediterania dan Timur Tengah, khususnya Irak, Yaman dan Libya,†kata Bapa Suci.
Paus berharap, Paskah mendekatkan Gereja dengan korban terorisme dan kekerasan lainnya di Belgia, Turki, Nigeria, Chad, Kamerun, dan Pantai Gading. Pun menyirami benih-benih harapan damai di Afrika, khususnya Burundi, Mozambik, Republik Demokratik Kongo dan Sudan Selatan; juga di Venezuela.
Di akhir khotbahnya, Bapa Suci mengulangi pesan Ensiklik Laudato Si’. “Saya harap bumi bersukacita, terutama daerah-daerah yang terkena dampak perubahan iklim, yang mengalami kekeringan atau banjir kekerasan, dan krisis pangan,†ujar Bapa Suci.
Paus juga mengulangi pesannya selama masa Prapaskah. Dalam Bulla Indiksi Yubileum Agung Luar Biasa Kerahiman Allah, ia meminta agar Prapaskah dihayati sebagai momen istimewa untuk merayakan dan mengalami kerahiman Allah (Misericordiae Vultus 17).
Tema Kerahiman Allah dan harapan hidup sebagai umat Kristen menjadi pesan utama dalam setiap khotbah dan refleksi Bapa Suci. “Masa Paskah adalah kesempatan untuk membuka diri pada kemurahan hati Tuhan sekaligus harapan untuk mau kembali pada Tuhan,†katanya seperti dikutip CNA 26/3. Sebab Kerahiman Allah adalah sebuah pemberitaan bagi dunia, di mana tiap orang Kristiani dipanggil mengalaminya secara langsung. Karena alasan ini, Paus menganjurkan semua orang dekat dengan Allah lewat pengampunan.
Tri Hari Suci
Bapa Suci mengawali Tri Hari Suci dengan Misa Kamis Putih di Castalnuovo di Porto, pusat penampungan pengungsi di Roma. Castalnuovo terletak sekitar 15 kilometer di Utara Roma. Sedikitnya 892 migran dari 25 negara mengikuti Misa itu.
Dalam khotbahnya, Paus mengutuk orang-orang yang tak menghargai perdamaian. Mereka seperti Yudas Iskariot yang menabur perselisihan demi mencari untung. Zaman ini, kata Paus, adalah zaman Yudas Iskariot yang ditandai dengan maraknya perdagangan senjata. Pertumpahan darah terjadi bukan demi iman, tapi gengsi dan kedudukan. “Meski masing-masing punya cerita hidup dan salib, seharusnya ada hati yang terbuka untuk persaudaraan,†katanya.
Paus melanjutkan, banyak negara dan agama ingin perdamaian serta melindungi sesamanya, seperti dilansir Catholic Herarld 4/3. Sayang, ini hanya keinginan yang dapat dibeli dengan 30 keping perak. Demi uang, saudara berselisih, membangun benteng permusuhan, dan istana damai bagi diri sendiri. Akibatnya, hati manusia membatu pada derita sesama.
Di Castalnuovo, Paus membasuh kaki para migran yang terdiri empat pemuda Katolik Nigeria, tiga perempuan Koptik dari Eritrea, tiga orang Muslim, seorang pemuda Hindu dari India, serta seorang relawan. Ia mengatakan, meski manusia berbeda secara iman, ia diciptakan untuk saling mencintai, karena ia secitra dengan Allah. “Semoga Anda semua menjadi anak-anak Tuhan bagi orang lain di mana pun Anda berada,†ujarnya.
Bapa Suci berefleksi, ada dua gerakan yang berbeda dalam Injil, yaitu Yesus membasuh kaki para murid dan Yudas mengkhianati Yesus. Seperti dirilis Radio Vatikan 27/3, dua tindakan ini dikaitkan dengan peristiwa serangan teroris di Brussels beberapa hari sebelumnya, “Sikap kedua dipraktikkan para teroris. Mereka seperti Yudas, di depan baik, tapi menusuk dari belakang. Yudas sungguh seorang yang tidak cinta damai,†katanya.
Paus juga merayakan Misa Krisma bersama para imam. Tema rahmat menjadi pesan utama. Ia mengatakan, para imam adalah saksi rahmat Bapa pada manusia. Maka haruslah seperti Yesus, berkeliling sambil berbuat baik dan menyembuhkan (Kis.10:38), dan menjadi perpanjang tangan Tuhan agar rahmat tak henti mengalir. “Dengan begitu kemurahan Allah berakar dan tumbuh dalam kehidupan kita sehari-hari,†tegasnya.
Penjara Diri
Perayaan Jumat Agung berjalan khusuk, ditandai dengan Jalan Salib di Colosseum Roma. Saat itu, Paus mengecam tindakan terorisme yang mengatasnamakan Allah. Colosseum ini menjadi saksi saat orang Kristen dibunuh dan dibakar hidup-hidup. “Perayaan di tempat ini menjadi peringatan akan saudara-saudari kita yang kepalanya dipenggal dan dibakar hidup-hidup dengan pisau barbar,†ujar Paus seperti dilansir Radio Vatikan 27/3.
Paus juga mengangkat isu pengkhianatan, perdagangan senjata, dan mereka yang ingin menghancurkan “rumah†bersama. Ia mengajak kita agar tidak seperti Pilatus yang cuci tangan dan ingkar tanggungjawab.
Sementara dalam Misa Malam Paskah, Paus menyerukan, kesedihan telah sirna karena Sang Raja yang wafat disalib sudah bangkit. Inilah sukacita pengikut Kristus, yang siap menghadapi kesulitan hidup dan berharap Allah menebus dosa manusia. Umat diajak keluar dari penjara diri sendiri, membuka diri agar Tuhan masuk dan menyemai kehidupan dengan menjadi terang bagi sesama. Ibarat lilin yang tetap menyala dalam kegelapan, lilin ini menjadi tanda bahwa usai pengalaman pahit, pasti ada harapan dalam Yesus.
Saat itu, Bapa Suci membaptis 12 orang dewasa asal Italia, Albania, Kamerun, Korea, India dan Tiongkok, termasuk Duta Besar Korea untuk Italia Yong Joon Lee bersama isterinya, Hee Kim.
Yusti H. Wuarmanu