HIDUPKATOLIK.com – Ada paroki yang menggelontorkan dana hingga belasan juta rupiah demi mendapatkan daun palem untuk perayaan Minggu Palma. Jika tiap umat menanam daun palem pengeluaran untuk membeli tumbuhan itu bisa dialokasikan untuk kebutuhan lain.
Daun Palem (Arecaceae) tersusun rapi di atas meja. Panitia Paskah Paroki St Yosef Matraman, Jakarta Timur, menata tumbuhan itu untuk umat yang akan merayakan Minggu Palma, Minggu, 14/4. Satu per satu umat yang datang mendapat daun palem yang dibagikan oleh panitia Paskah.
Minggu Palma tahun ini ada suatu yang baru bagi Paroki Matraman. Daun palem yang dibagikan kepada umat merupakan hasil swasembada dari umat paroki sendiri. Wakil Ketua Seksi Lingkungan Hidup Matraman, Romsi Raynilda Sihotang, daun palem yang mereka bagikan di gereja berasal dari umat. “Ini merupakan buah dari gerakan menanam daun palem oleh Komisi Lingkungan Hidup (kini, Divisi Lingkungan Hidup-Komisi Keadilan dan Perdamaian) Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) sejak tiga tahun silam,” katanya.
Seribu Bibit
Romsi, sapaannya, menjelaskan, gerakan tersebut muncul selain untuk menghijaukan lingkungan gereja dan rumah, tapi juga pengeluaran untuk membeli daun palem saban Minggu Palma nilainya fantastis, bisa belasan juta rupiah. Ini dirasakan oleh sebuah paroki di Dekanat Barat 1. Tiap tahun, paroki tersebut membeli sebelas ribu helai daun palma kuning dan hijau. Harga sehelai daun itu sekitar Rp 1000.
Kondisi demikian, membuat Seksi Lingkungan Hidup Paroki Matraman untuk berswasembada daun palem. Seksi Lingkan Hidup Paroki Matraman, lanjut Romsi, kemudian membeli seribu bibit pohon palem di Bogor. Pohon tersebut kemudian
dibagikan kepada umat di delapan wilayah atau 43 lingkungan. Seksi Lingkungan Hidup juga membagikan bibit tersebut kepada komunitas kategorial, seperti sekolah dan biara.
Tak hanya membagikan, Seksi Lingkungan Hidup Paroki Matraman juga memberikan edukasi mengenai cara penanaman, perawatan, dan memanen daun palem kepada setiap umat atau anggota komunitas yang menerima bibit tumbuhan tersebut. Mereka juga memonitoring perkembangan tumbuhan tersebut lewat grup WhatsApp. “Seksi lingkungan hidup di tiap lingkungan mengecek (daun palem) di rumah umat dan menshare-kan hasilnya di grup WhatsApp seksi lingkungan hidup paroki,” beber Romsi.
Romsi mengapresiasi tim dan umat parokinya yang sudah berjuang untuk berswasembada daun palem. Gerakan ini menurutnya tak terbatas untuk memenuhi perlengkapan perayaan tapi juga upaya menyelamatkan lingkungan dan menekan pengeluaran paroki.
Ridwan Kurniadi, salah satu umat Paroki Matraman yang giat menanam daun palem di kediamannya. Ia menanam tumbuhan tersebut di pekarangan rumah atau di dalam pot. Menanam dan merawat daun palem, menurut Ridwan, tak terlalu sulit. Saban hari, ia menyiram tanaman itu dengan air bekas cuci beras.
Saat Panitia Paskah mengumumkan kepada umat untuk membawa daun palem untuk Minggu Palma, Ridwan bergegas memotong daun palem yang ditanamnya. Ia membawa banyak pohon palem ke gereja. “Karena palem ini berasal dari gereja maka saya harus mengembalikannya ke gereja,” ucap umat lingkungan St. Thomas ini.
Sinergi Warga
Vincentia Vian Priscylia, Koordinator Bidang Persekutuan Sub Seksi Lingkungan Hidup Paroki St Lukas Sunter, mengungkapkan, kendati halaman gerejanya tak luas, pohon palem seakan menjadi tanaman yang “wajib” ada di sana. Demi mengatasi keterbatasan ruang penanaman, karyawan gereja dan seksi lingkungan hidup menempatkan sejumlah daun palem di pot-pot. Kegemburan tanah amat mereka perhatikan. Tanaman itu juga rutin disiram. “Sehari dua kali disiram,” ungkap Vian.
Usaha paroki menanam pohon palem, menurut Vian, berbuah manis. Pohon-pohon palem tersebut tumbuh segar dan mengelilingi bangunan gereja. Tidak hanya berhenti di situ, mereka kemudian memutuskan untuk menanam pohon palem di sekitar wilayah parkiran gereja. Di area tersebut sudah terdapat sekitar 30 lubang biopori yang sudah mereka buat. “Kami menanam lebih dari 150 pohon palem di sana,” ujarnya.
Vian mengenang, pada Desember 2018, seksi lingkungan hidup paroki bersinergi dengan warga sekitar. Mereka menanam 150 bibit daun palem di pinggir jalan menuju gereja. Sebelumnya, di atas tanah itu tertanam pohon pucuk merah. Pengurus RT dan RW di sana membantu menyiapkan tenaga untuk merawat tanaman tersebut sepanjang tahun.
Pada awal kerja sama itu, pengurus seksi lingkungan hidup, tambah Vian, juga menjelaskan sekaligus meminta izin kepada pengurus RT dan RW di sana untuk memanen daun palem itu untuk perayaan di gereja. “Warga menyambut baik usul dan izin kami,” katanya.
Berkat daun palem komunikasi dengan warga menjadi adem. Selain itu, jalan masuk dari perkampungan warga menuju gereja juga menjadi hijau dan asri.
Sinergitas antara Paroki Sunter dengan warga terjalin tak hanya saat penanaman pohon palem. Sebelumnya, seksi lingkungan hidup paroki juga mengadakan acara bersama menanam aneka jenis tanaman obat, sayur, dan buah-buahan. Kali itu, seksi lingkungan hidup paroki menggandeng ibu-ibu yang tergabung dalam organisasi pembinaan kesejahteraan keluarga. Sehingga, menurut Vian, begitu paroki menjalin kerja sama dengan warga untuk menanam daun palem, semua menyambut positif.
Semua Bergerak
Ketua Divisi Lingkungan Hidup KAJ, Lucia Mona Hartari Windoe, tak menampik, belum semua paroki mampu berswasembada daun palem. Menurutnya, ada banyak hal yang membuat gerakan menanam daun palem di paroki belum bisa berjalan secara masif. Salah satunya, menurut Mona, yakni keterbatasan lahan paroki.
Meski demikian, Mona yakin swasembada daun palem di paroki-paroki bisa terealisasi jika setiap umat mau menanam daun palem di rumah masing-masing. Bila semua umat bergerak, maka dalam dua atau tiga tahun ke depan, paroki sudah mampu berswasembada daun palem. “Jadi, jangan semua dibebankan kepada paroki. Apa yang bisa kita lakukan, lakukanlah untuk kebaikan paroki kita,” ajaknya.
Willy Matrona/Yanuari Marwanto
HIDUP NO.16 2019, 21 April 2019