HIDUPKATOLIK.com – Pastoral mahasiswa tidak saja sekadar mengajak mereka berpartisipasi. Pastoral ini membantu pemerintah menciptakan subjek bina yang unggul.
AKEN Dumatubun bukan koster, tetapi sering membersihkan peralatan Misa. Menghabiskan waktu di pastoran sepertinya menjadi momen yang menggembirakan bagi Aken.
Mahasiswa Sekolah Tinggi Pendidikan Agama Katolik (STPAK) St Yohanes Penginjil Ambon ini merasa nyaman bila sehari-hari membantu di pastoran. Tidak saja membersihkan peralatan Misa, tetapi pekerjaan lain seperti menyapu halaman gereja, mengepel lantai, mencat tembok pastoran, membersihkan got pun ia lakoni tanpa dibayar.
“Bagi saya di pastoran itu saya belajar mengendalikan diri dan disiplin diri,” ujar pria asal Pulau Kei Maluku Tenggara ini. Hal yang sama pun dirasakan oleh Prisca Sebatubun. Sisca, demikian sapaan akrabnya mengungkapkan, bahwa sebagai mahasiswa yang datang jauh, maka harus belajar bersosialisasi.
Baginya, ke gereja baik sore hari atau malam hari adalah kesempatan untuk berkumpul dengan teman-teman seiman. Sisca tak menolak, bila di gereja ia diminta tolong pastor untuk membersihkan gereja dan pekerjaan lainnya.
Pengalaman Aken dan Sisca bisa jadi mewakili ragam pandangan mahasiswa di Paroki St Yoseph Poka-Rumah Tiga, Keuskupan Amboina. Paroki ini terletak di pesisir Teluk Ambon tepat di samping Jembatan Merah Putih.
Pastor Skia Mangsombe menuturkan, aktivitas mahasiswa seperti yang dilakukan Sika dan Aken adalah bagian dari “pastoral kos-kosan” di Paroki Poka. Hal ini menunjukkan kedekatan antara Gereja dan mahasiswa.
Terletak berdekatan dengan banyak universitas di Kota Ambon, menjadikan daerah di sekitar paroki dibanjiri tempat kos banyak mahasiswa. “Hal ini membuat wajah pastoral di Paroki Poka berusaha juga menyasar mahasiswa-mahasiswi,” ujar kepala Paroki Poka ini. Reksa pastoral untuk kaum muda akhirnya cukup mendominasi gerak menggereja di Paroki Poka.
Pastor Skia mengatakan, bahwa meski ada juga orang tua, tetapi kebanyakan umat masih berstatus mahasiswa atau mahasiswi. Umumnya, lanjut Pastor Skia, mereka datang dari Kepaulauan Kei, Tanimbar, Aru, Seram, dan Buru.
“Gereja memandang bahwa pendampingan terhadap generasi masa depan bangsa penting. Gereja perlu mendukung program pemerintah dalam menyukseskan pribadi-pribadi yang unggul dalam akademik juga matang secara spiritual,” ujarnya.
Pastor Skia menuturkan, pergaulan bebas kini menjadi momok bagi perkembangan anak muda. Tidak adanya self control dari setiap individu berakibat pada kuliah yang terbengkalai. Ia menambahkan, untuk meminimalisir kaum muda dari segala bentuk pergaulan bebas, paroki memunculkan program pendampingan bagi mereka.
“Nasihat-nasihat spiritual dan kegiatan-kegiatan kepemudaan terus digerakkan agar para mahasiswa merasa diperhatikan oleh Gereja.” Bagi Pastor Skia, dengan Gereja hadir kepada para mahasiswa, Gereja secara nyata mendukung kaum muda. Pastoral ini tidak saja mengajak mereka datang dan berpartisipasi dalam kegiatan menggereja.
Gereja harus mengetahui secara detail kebutuhan mendasar dari mereka. Misal, letak tempat tinggal mereka, apa saja kekurangan yang harus dibantu, bagaimana lingkungan sekitar, siapa teman-teman terdekatnya, dan sebagainya termasuk kehidupan akademik di kampus pun menjadi perhatian kepala paroki.
“Kami kasihan bahwa banyak dari mereka berasal dari keluarga sederhana. Bila orang tua hanya petani, berjuang agar anak bisa kuliah maka anak juga harus memberikan yang terbaik. Prinsip sederhana saja tujuan ke Ambon untuk kuliah,” ujar Pastor Skia.
Yusti H. Wuarmanuk
HIDUP NO.49 2018, 09 Desember 2018