HIDUPKATOLIK.com -Â Menjelang pemilihan kepala daerah (Pilkada) suhu Ibukota memanas. Orang muda Katolik bersama masyarakat diminta tetap menjaga perdamaian serta menjadi penggerak persaudaraan antaragama.
MENJADI penggerak hubungan antaragama dan kemasyarakatan rupanya belum terlalu dilirik orang muda Katolik. Ini nampak dengan minimnya respon orang muda dalam kegiatan Kaderisasi Dasar Orang Muda Penggerak Hubungan Antar Agama dan Kemasyarakatan Keuskupan Agung Jakarta (HAAK KAJ), Jumat-Minggu, 4-6/11. Kegiatan yang berlangsung di Resort Kinasih, Cimanggis, Depok, Jawa Barat ini hanya diikuti 25 peserta. Padahal panitia berharap, dari 65 Paroki di KAJ, masing-masing mengirim minimal dua orang muda. Koordinator kegiatan ini, Restu Hapsari, menyayangkan hal tersebut.
Menurut Hapsari, bukan baru tahun ini keikutsertaan orang muda rendah dalam kegiatan itu. Ia berharap, peserta yang hadir saat ini bisa “menggarami†teman-teman mereka di Paroki. Selain itu, lanjutnya, mereka sanggup memberi kesaksian iman di tengah masyarakat melalui ibadah, persatuan, pelayanan sosial, dan bimbingan rohani.
Terkait latar belakang muncul kegiatan ini, Restu mengungkapkan, Komisi HAAK KAJ melihat dan merasakan banyak orang muda di Keuskupan ini masih ciut berkarya di tengah masyakarat. Ada beberapa sebab, misal sindrom minoritas yang seolah mengunci mereka dalam “pagar-pagar Gerejaâ€.
Kehadiran dan peran orang muda Katolik dibutuhkan oleh masyarakat, apalagi menjelang Pilkada pada Februari mendatang. Orang muda Katolik dan seluruh elemen masyarakat dituntut ikut serta merawat perdamaian, menjaga ideologi Pancasila, dan keutuhan NKRI.
Belakangan ini, temperatur Ibukota menjelang Pilkada sedang memanas. Tak pelak, Kamis dua pekan lalu, para pemuka agama berkumpul dan menyerukan Pilkada damai di Gedung Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Kramat, Jakarta Pusat. Dari kalangan Katolik hadir Sekretaris Jenderal Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Mgr Antonius Subianto Bunyamin OSC dan Sekretaris Komisi Kerasulan Awam KWI Romo Guido Suprapto.
Pilkada, ujar Mgr Anton, merupakan pesta demokrasi. Sebagai sebuah pesta, Pilkada merupakan perayaan penuh sukacita. Jadi, jangan sampai karena kesalahan-kesalahan, sebuah perayaan gembira itu berujung duka. “Jangan sampai karena kepentingan-kepentingan sesaat bisa jatuh,†ujarnya.
Uskup Bandung itu yakin, proses yang baik selama menjelang Pilkada akan menghasilkan “buah†Pilkada yang baik pula. Mgr Anton mencontohkan, jangan sampai agama dipolitisir atau politik diagamisir. Ia juga berharap, para pemilih tak terkontaminasi pemikiran-pemikiran yang merusak ideologi Pancasila.
Terkait calon pemimpin daerah, menurut Mgr Anton, pemimpin yang baik adalah yang benar, saleh, dan berbakti kepada Tuhan. Bila keutamaan seperti itu dimiliki, Mgr Anton yakin pemimpin itu mengutamakan kesejahteraan masyarakat dan kepentingan bangsa.
Yanuari Marwanto
Laporan: Yusti H. Wuarmanuk/A. Aditya Mahendra