HIDUPKATOLIK.com – Dalam buku Jejak Langkah Keuskupan Tanjung Selor karya Komisi Komunikasi Sosial Keuskupan Tanjung Selor, karya misi di Mansalong dimulai dengan masuknya tujuh orang Misionaris Oblat Maria Immakulata (OMI). Para Oblat sebelumnya telah berkarya di Keuskupan Samarinda wilayah Utara, yakni Paroki St Maria Imakulata Tarakan.
Pemekaran Paroki Tarakan pun terjadi. Awalnya terbentuk Paroki Malinau. Setelahnya para Oblat, Pastor Antonio Bocchi OMI dan Pastor Mario Bartoli OMI membuka misi di Sei Sembakung. Misi itu pun tumbuh. Tak lama kemudian, beberapa umat di daerah Binter menyatakan diri untuk menjadi Katolik pada 18 Juni 1979. Sayang, misi ini berhenti
akibat tekanan dari pemerintah dan militer.
Karya Tuhan nyata di dalam tekanan, tahun 1987 Desa Tujung menyatakan diri sebagai umat Katolik diikuti Desa Tujung Matol dan Suyadon. Maka pada tanggal 24 September 1989 sesuai dengan SK dari Uskup Agung Samarinda dibentuklah paroki Maria Bunda Karmel Mansalong. Saat itu, Mansalong ditetapkan sebagai stasi sekaligus menjadi pusat paroki.
Status ini dikarenakan Stasi Mansalong menjadi ibu kota Kecamatan Lumbis. Posisi ini dapat mempermudah urusan antara Gereja dan pemerintah. Saat itu, Mansalong dapat dijangkau dengan mudah dari Paroki Malinau melalui jalur darat. Posisi Mansalong juga di pertengahan antara stasi-stasi di wilayah hilir dan hulu Sungai Sembakung.
Tenaga Pastoral pun mulai bertambah terhitung tahun 1993 hingga 2001. Paroki Mansalong juga mendapat bantuan dari para suster Kongregasi SSpS Provinsi Kalimantan tahun 2011. Para suster membuka komunitas baru bernama Komunitas Santo Mikael yang secara khusus membantu di bidang pastoral, kesehatan, dan Asrama Ago Onsoi. Nama asrama ini berarti ‘Kabar Baik’.
Hingga kini, Maret 2018, Paroki Mansalong memiliki umat 2000 jiwa, dengan Keluarga Katolik berjumlah 600. Paroki ini memiliki 35 stasi yang tersebar di tiga basis yakni: Basis Santo Yosef yang berada di bagian hilir, Basis Santa Maria yang berada di bagian tengah, dan Basis Santo Yohanes yang berada di bagian hulu dan seberang Desa Mansalong.
Felicia Permata Hanggu
Mayoritas umat adalah Suku Dayak, dengan sub suku Tingalan atau Agabag. Salah satu kebiasaan umat, yang mana menjadi salah satu tantangan pastoral di paroki ini, adalah berpesta; mereka dapat mabuk-mabukan sampai berhari-hari saat hari raya Natal, Paskah, atau pesta nikah. Kebiasaan tersebut juga didukung dengan beredarnya minuman keras ilegal dari Malaysia.[2]
Tulisan ini Saya Kutip dari Wikipedia dari hasil diurutan pertama google.com, sungguh memperihatinkan kalau tulisan dari Wikipedia memang benar
Apa tanggapan dari Penulis Hidup untuk hal tersebut diatas ?