web page hit counter
Jumat, 22 November 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Komitmen Kebangsaan Prajurit Ulama

Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – Kehadiran Ormas-Ormas NU memberi rasa aman untuk semua umat beragama. Hal itu bagian dari nilai Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin.

Riyanto mengenakan seragam loreng hijau model Brimob. Pakaian yang dikenakannya itu merupakan busana dinas lapangan untuk anggota Barisan Ansor Serbaguna (Banser). Hari itu, Minggu, 24 Desember 2000, pemuda berusia 25 tahun ini mendapat tugas untuk mengamankan Kebaktian Malam Natal di Gereja Eben Haezer, Mojokerto, Jawa Timur.

Sebelum meninggalkan kediaman, kelahiran Kediri itu berpamitan dengan ayahnya, Sukarmin. Sang ayah hanya menyampaikan pesan singkat kepada Riyanto agar hati-hati dalam bertugas nanti. Pesan yang lazim terdengar dari hampir setiap orangtua yang melepas pergi anak-anaknya karena tugas atau pendidikan.

Riyanto kemudian meluncur dengan vespa kesayangannya menuju Jalan Kartini nomor 04, lokasi gereja. Sama sekali tak ada firasat buruk yang terbesit di benak Sukarmin kala itu. Tak dinyana, pamitan tadi merupakan ungkapan perpisahan dengan putranya untuk selamanya. Riyanto gugur setelah mengeluarkan bom dari dalam gereja dan membekap benda jahanam itu dengan tubuhnya. Kemartiran Riyanto menyelamatkan nyawa banyak jemaat saat upacara sakral itu.

Agama Damai
Ahmad Deni Haidar, Ketua Gerakan Pemuda (GP) Ansor Jawa Barat mengungkapkan, saban Natal, Banser selalu menjadi sorotan. Karena Banser adalah salah satu Ormas Islam yang terdepan dalam mengamankan perayaan Natal. Banser menjadi garda depan bila toleransi terusik dengan aksi-aksi intoleransi.

Haidar menambahkan, meski beberapa ormas lain ikut membantu tetapi jumlahnya amat sedikit. “Bahkan masih ada yang mau mengucapkan selamat Natal kepada saudara-saudara Kristen. Padahal, di beberapa daerah mengucapan (selamat) Natal itu haram. Bagaimana mau mengamankan Ibadah Natal kalau mengucapkan saja haram hukumnya?” tanya Haidar, retoris.

Baca Juga:  Keuskupan Sibolga Lima Tahun ke Depan

Haidar kembali menggarisbawahi sikap Banser dalam hal ini. Tiap Natal atau perayaan lain, selalu ada instruksi jelas dari Panglima Banser kepada seluruh anggotanya di Indonesia agar bekerjasama dengan aparat untuk mengamankan prosesi Natal. Sikap ini tentu tidak bertentangan dengan prinsip yang dihidupi organisasi utama NU yang menjadikan toleransi sebagai prinsip organisasi.

Koordinator GP Ansor wilayah Sulawesi Utara, H Saleh Ramli, menambahkan, secara sturuktural GP Ansor merupakan badan otonom yang ada di NU. Di kalangan internal NU, Banser juga sering disebut dengan “prajurit para ulama”, karena salah satu tugasnya adalah menjaga para ulama, selain tugas kemanusiaan lain.

Lantaran sebutan itu tak heran ormas NU dianggap sebagai dinasti para kiai Jawa. Bahkan ada fitnah kalau pemimpin sturuktural NU hanya orang Jawa. “Ini tentu fitnah yang mengarah kepada kebencian tatkala NU berusaha menjadi ormas yang tegas dalam merawat kebangsaan dan toleransi,” ujar Ramli.

Ramli mengakui, konsekuensi sikap Banser ini bermuara dengan sebutan kafir oleh umat Islam non moderat. Ada pula yang memfitnah Banser sebagai Ormas pencari proyek, beras, uang keamanan, dan bermain mata dengan orang-orang Kristen berduit. “Sekali lagi kami tegaskan Banser tak gentar dengan semua itu. Kami melawan setiap ketidakadilan di negeri ini,” tegas Ramli

Senada dengan Ramli, Caswiono Rusydie Cakrawangsa, Pengurus Ansor Pusat menambahkan dari kacamata Indonesia, Banser dan GP Ansor punya Pancasila sebagai
falsafah bangsa dan panduan hidup di Indonesia. Mengutip pernyataan Buya Syafi’i Maarif, Caswiono mengungkapkan, sejak bangsa ini terbentuk, Bung Karno menekankan mutlaknya cita-cita nation and character building. Karena mereka insyaf bahwa sebagai negara kebhinekaan yang harus dijaga dan diberdayakan adalah penerimaan antar umat beragama. “Sayangnya dalam berbangsa dan bernegara, cita-cita mulia ini sering berhenti pada tataran retorika politik sementara di lapangan yang terjadi adalah hegemonisasi ‘keikaan’ akibat kultur neo-feodalisme yang otoritarian sebagai warisan masa lalu yang belum punah.”

Baca Juga:  Buah-buah Sinode III Keuskupan Sibolga Harus Menjadi Milik Seluruh Umat

Pada titik ini, lanjut Caswiono, Banser menjadi uswah (contoh) dalam mengimplementasikan kesadaran berbhinneka, bukan sebatas retorika politik semata. Implementasi Banser soal kebhinnekaan membuat semakin besar asa bangsa untuk terciptanya integritas bangsa di tengah realitas perbedaan Indonesia.

Ketika ekspresi perbedaan mulai nyata baik dalam kehidupan beragama maupun realitas
kebudayaan, Banser menancapkan taring kebhinnekaan. Tidak hanya asa, Banser menjadi
tempat berteduh kaum minoritas yang terpinggirkan karena egosentris mayoritas.

Bangun Relasi
Ketua Umum GP Ansor, Yaqut Cholil Qoumas, juga meminta agar orang-orang Islam waras dalam berpikir. Dalam Islam tidak ada anjuran untuk memecah umat beagama apalagi membenci minoritas. Dalam konteks ini, Ansor berusaha menjaga NKRI karena pesan utama Islam yang konsen pada habl min an-nas, habl min Allah, dan juga habl min `alam, “bagaiman hubungan antar sesama manusia, hubungan manusia dengan Allah, dan hubungan manusia dengan alam”.

Cholil merumuskan pesan ini merujuk pada konteks kemanusiaan di Indonesia. Umat Islam, katanya, harus mampu membangun relasi kemanusiaan terhadap umat beragama lain. Karena realitasnya warga Indonesia terdiri dari umat beragam agama. Membangun dan merawat kenyataan itu dengan saling menghormati dan menghargai perbedaan, serta gotong royong sesuai Pancasila.

Baca Juga:  Keuskupan Sibolga Lima Tahun ke Depan

“Sampai di sini jangan takut karena dalam Islam bahkan banyak ulama meyakini bahwa Pancasila tidak bersebrangan dengan Islam. Bahkan dalam Pancasila terpancar nilai keislaman,” ujar pria yang kerap di sapa Gus Yaqut ini.

Menarik lebih jauh, Banser sebagai bagian dari ormas NU sudah berperan dan menaruh titik keberagaman dalam setiap usaha mereka. Tidak saja terhadap umat Kristiani tetapi terhadap seluruh umat, Banser juga hadir. Bisa dibuktikan dengan kegiatan-kegiatan Ansor dan Banser seperti menjelang Ramadhan atau Idul Fitri, ormas ini menunjukkan komitmen dengan terlibat dalam pengamanan mudik Lebaran.

Tidak tanggung-tanggung, misal, tahun 2017 lalu, mereka membuka 604 Posko di seluruh Indonesia dengan menurunkan ribuan anggota Banser Lalu Lintas (Balantas). “Mereka membantu aparat keamanan melakukan pengamanan dan kelancaran arus mudik Lembaran.”

Pengamanan Mudik Lebaran adalah satu di antara kiprah Banser dalam menolong sesama, mempererat kebangsaan, dan kemanusiaan. Para Ulama telah mengajarkan kepada anggota Ansor dan Banser tentang ukhuwah Islamiyah, ukhuwah wathoniyah dan ukhuwah basyariyah.

Nilai Kaderisasi
Nilai-nilai demikian diajarkan secara sistematis dalam setiap kaderisasi Banser dan Ansor. Selain itu, secara sunnatullah, Ansor dan Banser dibentuk untuk menolong sesama. Gus Yaqut mengingatkan bahwa sikap Banser menjaga rumah ibadah agama lain adalah implementasi dari kecintaan terhadap NKRI (hubbul wathan minal iman).

Menurutnya menjaga keamanan sebagai sebuah bangsa amat sulit di Indonesia. Maka dibutuhkan kerjasama semua pihak dari NU bersama Polri dan TNI untuk mengamankan rumah ibadah, perayaan-perayaan dan ritus-ritus keagamaan baik Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha dan Konghucu.

Yusti H. Wuarmanuk

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles