HIDUPKATOLIK.com – Minggu 24 Juni 2018, Hari Minggu Biasa XII, Hari Raya Kelahiran St Yohanes Pembaptis, Yes.49:1 -6, 139:1-3, 13-14ab, 14c-15; Kis 13:22-26; Luk 1:57-66, 80
“Pewartaan Gereja haruslah bagaikan ‘pedang yang tajam’ dan ‘anak panah yang runcing’ yang mampu menembusi dan melintasi segala sekat dan pemisah.”
ENAM bulan sebelum kelahiran Yesus, Gereja merayakan kelahiran Yohanes Pembaptis. Seperti Yesus, Yohanes Pembaptis dihormati Gereja secara istimewa. Gereja merayakan baik kelahirannya maupun kematiannya (29 Agustus).
Selain sebagai kerabat Yesus (Luk 1:36) Yohanes memainkan peranan yang khas dalam sejarah keselamatan manusia. Santo Agustinus menyebut Yohanes “Pembatas” antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.
Elisabeth ibunya adalah bagian dari Perjanjian Lama tetapi dalam rahimnya Yohanes melonjak kegirangan mewartakan kedatangan Yesus, awal Perjanjian Baru (Luk 1:44). Ia mempersiapkan jalan dan umat bagi Tuhan (Luk 1:17).
Setelah Yesus tampil di muka umum, ia mengakui, “Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil” (Yoh 3:30). Pada saat kelahirannya setiap anak membawa harapan, janji, tantangan sekaligus pertanyaan tentang masa depan. “Menjadi apakah anak ini nanti”? (Luk 1:16).
Nama Yohanes (“Yohanan” dalam bahasa Ibrani) berarti Tuhan Penyayang. Tuhan menyayangi Yohanes. Dia lahir pada saat bapak dan ibunya sudah lanjut (Luk 1:18), kelahirannya merupakan kesempatan bagi Allah “untuk menghapuskan aib orang tuanya” (Luk 1:25) “yang disebut mandul” (Luk 1:36).
Tetapi terutama karena “tangan Tuhan menyertai dia” (Luk 1:66) sehingga ia “bertambah besar dan makin kuat rohnya” (ay 80). Dengan alasan apa Tuhan begitu menyayangi Yohanes dan memperlengkapinya dengan kekuatan yang begitu besar?
Bacaan pertama (Yes 49: 1-6) menjelaskannya lebih jauh. Allah menjadikan Yohanes bagaikan “pedang yang tajam” dan “anak panah yang runcing”. Ia “dipermuliakan di mata Tuhan”. Itu demi melaksanakan perutusan yang dipercayakan Allah kepadanya.
Ia adalah “terang bagi bangsa-bangsa“. Yohanes menyampaikan keselamatan Allah “sampai ke ujung bumi”. Kuasa dan kekuatan Allah sebesar itu diperoleh Yohanes bukan tanpa usaha.
Ia mengenali sungguh tugas perutusannya dan menimba kekuatan agar dalam melaksanakan tugas itu, ia tidak merasa takut dan tidak menyimpang sedikitpun dari rencana Allah. Untuk itu “ia tinggal di padang gurun sampai kepada hari ia harus menunjukkan diri kepada Israel.” (Luk 1:80).
Sebagai pribadi yang sudah dibaptis, sebagai Gereja, setiap murid Yesus diutus mewartakan sukacita Injil “sampai ke ujung bumi”. Orang beriman Kristiani harus tampil “di depan Israel” yang tidak jarang menampilkan sikap penolakan.
“Israel” dan “ujung bumi” zaman now tidak lagi merujuk daerah atau tempat tertentu. Apa yang dimaksudkan ialah suasana, situasi, keadaan manusia atau lingkungan hidup yang menantikan Kabar Gembira yang membebaskan.
Di atas muka bumi saat ini, di perkotaan atau pun di pedesaan, di negara-negara maju mau pun yang sedang berkembang, ada saja orang, kelompok orang, atau bahkan bangsa dan negara, yang terkurung dalam “kegelapan” akibat kemiskinan, perselisihan bahkan konflik dan peperangan.
Semuanya lahir dari situasi dosa akibat sekat-sekat sosial ekonomi, agama, suku, salah paham, iri hati, dengki, dendam, keserakan, dan bermacam sebab lain. Pewartaan Gereja haruslah bagaikan “pedang yang tajam” dan “anak panah yang runcing” yang mampu menembusi dan melintasi segala sekat dan pemisah.
Gereja adalah Yohanes Pembaptis zaman now yang diutus untuk mewartakan kabar keselamatan dalam situasi “Perjanjian Lama”. Agar cakap, setia, tekun dan berani menjalankan tugas perutusan tadi, Gereja dan setiap anggotanya harus berani memasuki “padang gurun”, melewati proses pemurnian yang terus menerus seperti Yohanes Pembaptis.
Di “padang gurun” zaman sekarang, Gereja mengalami perjumpaan yang semakin akrab dan memurnikan dengan Kristus. Pengalaman itu menjadikan Gereja memahami kehendak Tuhan, mengenai dunia saat ini, semakin sehati dan sepikiran dengan Yesus dan karenanya semakin tangguh dan efektif dalam menjalankan tugas pewartaannya.
Gereja mengalami pula nasib seperti Yohanes Pembaptis, yaitu siap memberikan hidupnya sebagai harga yang harus dibayar untuk kesaksiannya. Hanya dengan cara itu Gereja memainkan peran kenabian yang relevan, signifikan, dan berdayaguna.
Santo Yohanes Pembaptis, doakanlah kami.
Mgr Petrus Boddeng Timang
Uskup Banjarmasin