Dalam acara Silahturahmi Kebangsaan, yang digelar di Masjid Istiqlal, Jakarta, Rabu, 16/5/2018, Ketua KWI sekaligus Uskup Agung Jakarta, Mgr Ignatius Suharyo, membagikan pengalaman dan informasi yang dilakukan Gereja Katolik, secara khusus Keuskupan Agung Jakarta, untuk membina umatnya agar menjadi warga negara yang baik. “Usaha itu saya beri judul ‘Ikut Memikul Tanggung Jawab Sejarah’,” ungkap Mgr Suharyo, dalam keterangan tertulis.
Ada dua tanggung jawab yang dipikul oleh umat Katolik di Indonesia. Pertama, umat Katolik di Negara ini, kata Mgr Suharyo, mewarisi teladan para pendiri Bangsa, para pahlawan (yang dikenal maupun tak dikenal, yang menerima tanda jasa maupun yang tidak), yang tulus dan ikhlas berjuang demi kemerdekaan Republik Indonesia dan demi cita-cita kemerdekaan Republik Indonesia.
“Kedua, (umat Katolik di Indonesia juga) mewarisi semangat para pemimpin Gereja Katolik,” tambah Mgr Suharyo.
Teladan para pemimpin Gereja Katolik, beber Mgr Suharyo, misalkan Pastor Franciscus Georgius Josephus van Lith SJ (1863-1926). Romo van Lith, sapaannya, adalah misionaris Belanda. Pada tahun 1922, dia menulis demikian, “Setiap orang tahu, kami, para misionaris, ingin bertindak sebagai penengah, tetapi setiap orang tahu juga, bahwa seandainya terjadi suatu perpecahan, meskipun hal itu tidak kami harapkan, sedangkan kami terpaksa memilih, kami akan berdiri di pihak golongan pribumi.”
“Sejak awal, Gereja Katolik –bahkan misionaris yang berasal dari Belanda– tidak pernah berpihak kepada penjajah, tetapi berpihak kepada masyarakat yang ingin merdeka,” ujar Mgr Suharyo.
Teladan lain yang disebut Mgr Suharyo adalah Uskup Agung Emeritus Semarang Mgr Albertus Soegijapranata SJ (1896-1963). Dalam salah satu cuplikan film Soegija (2012) ditunjukkan Mgr Soegijapranata sedang menulis. Itu adalah sepucuk surat yang dia kirim kepada Pimpinan Gereja Katolik di Vatikan. Warkat itu berisi permintaan agar Vatikan mengakui kemerdekaan Republik Indonesia.
“Dalam sejarah, Vatikan memang termasuk salah satu negara yang mengakui kemerdekaan Indonesia,” kata Mgr Suharyo.
Dalam film tersebut juga diperlihatkan Mgr Soegija naik delman dan berhenti di depan Gereja Bintaran. Mgr Soegija memindahkan keuskupannya dari Semarang ke Yogyakarta karena ingin berada dekat dengan pusat pemerintahan. Pada waktu itu (1946), ibu kota Indonesia, dipindahkan dari Jakarta ke Yogya.
“Beliau (Mgr Soegija) juga mendirikan berbagai macam “ikatan” yang diberi nama Pancasila: Ikatan Petani Pancasila, Ikatan Sarjana Pancasila, dan sebagainya,” tambah Mgr Suharyo.
Lantas, bagaimana merawat, menghargai, dan menghidupi warisan teladan para pendiri Bangsa, pahlawan, dan tokoh Gereja Katolik hingga kini? Pertama, dalam Prefasi (salah satu bagian dalam Liturgi Ekaristi) Tanah Air, kata Mgr Suharyo, Gereja Katolik di Indonesia mengungkapkan ingatan bersama itu, ”Sepanjang sejarah, Engkau mencurahkan kasih sayang yang besar kepada bangsa kami. Berkat jasa begitu banyak tokoh pahlawan, Engkau menumbuhkan kesadaran kami sebagai bangsa (= Kebangkitan Nasional). Kami bersyukur kepada-Mu atas bahasa yang memperstukan (=Sumpah Pemuda), dan atas Pancasila dasar kemerdekaan kami (=Proklamasi Kemerdekaan).”
Bangsa yang mempunyai ingatan bersama, menurut Mgr Suharyo, akan tegar menghadapi berbagai macam tantangan, khususnya yang menghadapi ancaman perpecahan.
“Kedua, mengamalkan Pancasila, ini merupakan ideologi yang mesti dipecah-pecah menjadi berbagai gagasan. Gagasan-gagasan itu diterjemahkan menjadi gerakan. Gerakan yang terus-menerus diulang-ulang akan menciptakan habitus baru, budaya baru, perilaku, pola pikir yang baru juga,” ungkapnya.
Terakhir, Mgr Suharyo, mewakili para uskup dan umat Katolik seluruh Indonesia, mengucapkan selamat memasuki bulan Ramadha dan selamat menunaikan ibadah puasa bagi umat Islam di Tanah Air ini.
Silahturahmi Kebangsaan dihadiri oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Dewan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Ketua Dewan Pengarah BPIP yang juga Presiden ke-5 RI Megawati, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, serta pimpinan majelis agama.
Yanuari Marwanto
Koreksi
Judul artikel ini sebelumnya “Ini yang Disampaikan Ketua KWI Saat Bertemu Presiden Jokowi, BPIP, dan Tokoh Agama”. Judul itu kami koreksi karena wartawan kami tidak akurat dalam mengumpulkan informasi. Dengan demikian kesalahan telah kami perbaiki. Kami mohon maaf atas kekeliruan tersebut dan ketidaknyamanan yang ditimbulkan. Terima kasih.