HIDUPKATOLIK.COM – Pancasila sebagai dasar negara dan falsafah hidup bangsa, tentunya telah ditanamkan sejak kecil, dengan semboyan saktinya “Bhinneka Tunggal Ika”, berbeda-beda tetapi tetap satu.
Namun beberapa waktu yang lalu, sempat beredar pemberitaan seputar Pancasila dan Kebhinekaan yang hendak mengaburkan keutuhan makna Pancasila sebenarnya dan berkedok anti PKI. Bahkan dengan nyata ada tokoh nasional, mantan menteri, komisaris BUMN besar berteriak ingin mengganti Pancasila dengan syariat Islam, sebagaimana diungkapkan Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo (dilansir dari laman nasional.kompas.com).
Hal itu terkait dengan penolakan PERPPU Ormas No.2/2017 yang menjadi dasar pembubaran Ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang memiliki visi misi mendirikan negara Islam berazaskan khilafah, dengan mengganti Pancasila. PERPPU tersebut merupakan peraturan terbaru yang melarang keberadaan organisasi masyarakat yang tidak berazaskan Pancasila, ataupun bermaksud untuk mengganti Dasar Negara dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sementara Ari Susanto, Ketua Umum DPD Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) DIY, dalam diskusi reses empat pilar kebangsaan di gedung DPD RI Perwakilan DIY medio Juli lalu juga turut menyampaikan, klaim terhadap Kebhinekaan dan Pancasila saat ini cenderung terdistorsi dari makna sebenarnya. “Orang banyak mengaku dirinya atau kelompok, agamanya paling cinta NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) tapi pikiran dan perilakunya bertentangan dengan falsafah Pancasila dan asas demokrasi,” ungkapnya.
DPD IMM DIY menurut Ari memandang nilai-nilai Pancasila saat ini justru mulai tercabut dari akarnya. Hal tersebut berakibat melunturkan kesatuan bangsa Indonesia bahkan mengancam adanya perpecahan. “Selama ini Pancasila hanya menjadi bacaan dan hafalan dalam setiap sesi upacara resmi. Kesakralannya membuat bangsa ini tak mampu mengaplikasikan nilai-nilai kandungan Pancasila,” sambung Ari.
Kita sebagai umat Katolik layak bersyukur, dalam rangka mendorong upaya perdamaian dan rekonsiliasi di Afghanistan, atas undangan Presiden RI, Ketua High Peace Council (HPC) Afghanistan, Y.M Mohammad Karim Khalili beserta 35 anggota delegasi berkunjung ke Indonesia pada tanggal 20 – 25 November 2017.
Kunjungan tersebut merupakan tindak lanjut hasil kesepakatan bilateral dalam kunjungan Presiden Afghanistan ke Indonesia pada April 2017 untuk mempelajari pengalaman Indonesia dalam penanganan keragaman, toleransi dan resolusi konflik. Disinilah letak pertanyaannya, bila Afghanistan saja mengagumi Indonesia, mengapa masih ada sebagian orang yang ragu dengan Pancasila.
Pada kesempatan kunjungan tersebut, Gereja Katedral Jakarta menjadi salah satu tujuan untuk menjadi referensi bagi delegasi HPC Afghanistan untuk memberikan gambaran mengenai keberagaman dan toleransi beragama di Indonesia. Di mana dengan lokasi berdampingan antara Gereja Katedral dengan Masjid Istiqlal dan hubungan yang amat baik dan harmonis yang terjalin menjadi kekaguman Ketua HPC Afghanistan dan para delegasinya.
Kunjungan diterima oleh Bapak Uskup Mgr. Ignatius Suharyo , RD Adi Prasojo (Sekjen KAJ), Romo Hani Rudi Hartoko, SJ (Kepala Paroki Gereja Katedral), Susyana Suwadie (Koord Humas KAJ dan Katedral).
Pembicaraan yang akrab berlangsung selama kurang lebih 15 menit, diakhiri dengan berfoto bersama. Ketua HPC Afghanistan mengucapkan selamat kepada para tokoh agama di Indonesia atas keberhasilannya dalam memelihara toleransi dalam keragaman.
Jika Afghanistan saja mau belajar ke Indonesia dan kagum dengan toleransi Indonesia, maka perlu “Gereja Katolik terus membuka diri, membangun dialog dengan agama lain”, sebagaimana yang dipesankan oleh Mgr Ignatius Suharyo, yang juga selaku Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI). Dialog ini penting untuk membangun sikap saling mengenal satu sama lain, meruntuhkan berbagai kecurigaan dan mengikis fanatisme.
Simak foto-foto eksklusif yang dirangkum oleh Raka (tim Komsos & HIDUP KAJ) berikut.
(Raka, A.Bilandoro)