web page hit counter
Jumat, 22 November 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Ditempa di Medan Pastoral yang Berat

3/5 - (2 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Selama 13 tahun menjadi Uskup Tanjung Selor, Mgr Harjosusanto ditempa dengan berbagai tantangan dan persoalan. Selama berkarya, ia dikenal sebagai penabur benih yang setia.

Gereja St Maria Assumpta Tanjung Selor dibangun sekitar tahun 1978-1979. Pembangunan gedung gereja ini disesuaikan dengan kebutuhan dan jumlah umat stasi saat itu, yakni sekitar 725 jiwa. Pada 1 Januari 1996, Keuskupan Agung Samarinda menaikkan status stasi ini menjadi paroki dengan nama yang sama, Paroki St Maria Assumpta Tanjung Selor.

Enam tahun kemudian, Paus Yohanes Paulus II mengumumkan pembentukan keuskupan baru di Provinsi Kalimantan Timur bagian utara pada 9 Januari 2002. Paroki St Maria Assumpta Tanjung Selor ini kemudian dijadikan sebagai pusat keuskupan baru itu.

Sebagai gembala, ditunjuklah Mgr Yustinus Harjosusanto MSF sebagai uskup pertama Keuskupan Tanjung Selor. Luas wilayahnya sekitar 96 ribu kilometer persegi, meliputi wilayah Provinsi Kalimantan Utara dan Kabupaten Berau di Provinsi Kalimantan Timur.

Gerak Pastoral
Menurut Sekretaris Uskup Keuskupan Tanjung Selor Romo Alexander Palino MSC, waktu itu, sebagai gembala keuskupan baru, Mgr Harjo menghadapi banyak tantangan dalam karya. Berkat kegigihannya, kini Keuskupan Samarinda telah berkembang. Wilayah reksa pastoralnya terdiri dari 15 paroki atau tiga dekanat. Dekanat Utara terdapat enam paroki, Dekanat Tengah enam paroki dan Dekanat Selatan tiga paroki. Jumlah umat pun berkembang pesat. Menurut data Desember 2002, jumlah umat sekitar 29 ribu jiwa, dan pada Desember 2013 sudah meningkat menjadi 51 ribu jiwa lebih.

Untuk merancang karya pastoral, Mgr Harjo mengadakan Musyawarah Pastoral (Muspas) setiap enam tahun sekali melibatkan para imam, perwakilan umat dari setiap paroki dan perwakilan komunitas tarekat religius. Pertemuan ini bertujuan untuk membicarakan visi Keuskupan Tanjung Selor.

Baca Juga:  Buah-buah Sinode III Keuskupan Sibolga Harus Menjadi Milik Seluruh Umat

Pada periode 2008-2014 visi Keuskupan itu adalah ”Gereja Katolik Keuskupan Tanjung Selor menjadi pelaksana kehendak Allah yang memahami, mengungkapkan dan menghayati imannya sebagai saksi Kristus di tengah masyarakat demi terwujudnya kerajaan keselamatan-Nya”. Selanjutnya pada periode 2014 hingga 2020, visinya dirumuskan menjadi: ”Gereja Katolik Keuskupan Tanjung Selor merupakan persekutuan Umat Allah yang hidup penuh pengharapan, peka dan tanggap terhadap perkembangan zaman dan lingkungan hidup, serta mengakar pada budaya lokal, demi terwujudnya Kerajaan Allah.”

Tahun ini, pastoral Keuskupan difokuskan kepada keluarga. Pastoral ini disela-raskan dengan pergumulan pastoral Gereja Sedunia dan fokus Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI) 2015 yang akan menyoroti tentang keluarga. Gereja setempat ingin membangun keluarga menjadi Gereja rumah tangga (Ecclesia Domestica) dan sekolah iman. ”Selain itu, pendampingan dan pemberdayaan remaja dan orang muda Katolik juga diberi perhatian khusus,” ungkap Romo Alex.

Dalam melaksanakan berbagai karya pastoral tersebut, Mgr Harjo bekerjasama dengan lima tarekat imam yaitu MSF, OMI, MSC, dan OFMConv. Menurut Romo Alex, tarekat CSsR juga akan segera masuk dan berkarya di Keuskupan Tanjungselor. Selain itu, ada juga tarekat bruder dan frater dari CMM, BHK dan MSF. Sedangkan untuk tarekat suster ada enam yaitu PRR, CIJ, OSF, DSY, SSpS, dan KSSY. Tak hanya itu, ada juga imam diosesan dari Keuskupan Bogor, Bandung, Malang dan Keuskupan Agung Semarang yang ikut membantu.

Penabur Benih
Salah satu rekan kerja Mgr Harjo dalam melaksanakan karya pastoral adalah Romo Kanisius Kopong Daten. Ia melihat Mgr Harjo sebagai sosok penabur benih yang setia. “Seperti layaknya sang penabur benih, ia berjalan keliling sambil menaburkan benih di tanah,” demikian ia menggambarkan Mgr Harjo yang setia mengunjungi umat dan sungguh mengenal medan kerasulan di Keuskupan Tanjung Selor.

Baca Juga:  Keuskupan Sibolga Lima Tahun ke Depan

Lebih lanjut, menurut Ketua Komisi Keadilan dan Perdamaian Keuskupan itu, Mgr Harjo adalah seorang gembala yang selalu mendorong para imam untuk mengembangkan ”Pastoral Kehadiran”.

Gembala Setia
Menanggapi penunjukan Mgr Harjo sebagai Uskup Agung Samarinda, dua uskup sufragan dari Keuskupan Agung Samarinda yakni Uskup Palangkaraya Mgr A. M. Sutrisnaatmaka MSF dan Uskup Banjarmasin Mgr Petrus Boddeng Timang menyambut dengan penuh kebahagiaan.

Bagi Mgr Sutrisnaatmaka, beberapa bulan sebelum Mgr Harjo diumumkan menjadi Uskup Agung Samarinda, sering muncul pertanyaan dari kalangan umat, biarawan-biarawati dan juga imam. Inti pertanyaan mereka adalah siapa yang akan menjadi gembala di Keuskupan Agung Samarinda yang kosong? Menanggapi pertanyaan seperti itu, dengan santai disertai humor, Mgr Sutrisnaatmaka memberikan jawaban, “Saya pastikan ada huruf ‘a’ pada namanya.” Jawaban singkat itu membuat penanya semakin penasaran. Mereka lalu melanjutkan pertanyaan, ”Apakah beliau uskup sufragan Keuskupan Agung Samarinda atau dari luar?” Mgr Sutrisnaatmaka dengan diplomatis menjawab, “Bisa sufragan bisa dari luar, tergantung Roh Kudus, tunggu saja pada waktunya yang tepat”.

Pertanyaan itu, menurut Mgr Sutrisnaatmaka, menunjukkan betapa besar kerinduan umat Keuskupan Agung Samarinda menunggu kehadiran seorang gembala. “Kami para uskup sufragan yang tergabung dalam sub-regio Samarinda ikut merasa bahagia dengan pengangkatan Mgr Harjo. Dengan begitu, perangkat hirarki Keuskupan Agung Samarinda menjadi lengkap sehingga kinerjanya bisa berjalan dengan baik,” ungkapnya.

Mgr Sutrisnaatmaka mengenal Mgr Harjo sejak di Seminari Petrus Kanisius Mertoyudan, Mageang, Jawa Tengah. Pada tahun 1974, keduanya bahkan pernah hidup bersama di Novisiat MSF. Waktu itu, ia terkesan dengan sosok Mgr Harjo yang suka mengorganisir pekerjaannya secara rapi. Selain itu, ia juga melihat bahwa Mgr Harjo memiliki kemampuan menghadapi berbagai persoalan dan melaksanakan tugas dengan sepenuh hati. Uskup kelahiran Wedi, Klaten, Jawa Tengah, 18 Mei 1953 ini berharap, Mgr Harjo segera dapat bertugas di Keuskupan Agung Samarinda sehingga masalah-masalah yang selama ini belum tertangani karena membutuhkan keputusan otoritas tertinggi segera dapat diselesaikan.

Baca Juga:  Buah-buah Sinode III Keuskupan Sibolga Harus Menjadi Milik Seluruh Umat

Sementara itu, Uskup Banjarmasin Mgr Petrus Boddeng Timang juga menyambut gembira atas penunjukan Mgr Harjo sebagai Uskup Agung Samarinda. Ia melihat bahwa penunjukan ini, dapat memberikan kepastian kepada umatnya. “Keputusan Takhta Suci saya pandang sebagai yang terbaik untuk umat Katolik dan masyarakat di Kalimantan Timur khususnya, juga bagi keuskupan-keuskupan sufragan yang masuk dalam wilayah Keuskupan Agung Samarinda,” katanya.

Bicara soal kemampuan Mgr Harjo, Mgr Timang sudah tidak meragukan lagi Menurutnya, pengalaman Mgr Harjo sebagai Uskup Tanjung Selor selama 13 tahun dengan tingkat kesulitan tersendiri, dengan medan kerasulan yang berat serta dikenal sebagai pintu gerbang migrasi dari Indonesia ke negeri tetangga, minimnya transportasi, dan seabrek tantangan lainnya. Semua itu sudah cukup menempa kemampuan Mgr Harjo. Dengan demikian, menurut Mgr Timang, Mgr Harjo pasti bisa menggembalakan umat Keuskupan Agung Samarinda.

Mgr Timang sendiri sungguh terkesan dengan Mgr Harjo yang sangat aktif dalam tugas yang dipercayakan oleh Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), seperti saat menjadi Ketua Komisi Kepemudaan KWI dan Ketua Kerawam KWI. “Mgr Harjo sangat aktif dan dekat dengan umat,” ungkapnya.

Celtus Jabun
Laporan: Dionisius Agus Puguh Santosa (Banjarmasin)

ARTIKEL SEBELUMNYA
ARTIKEL SELANJUTNYA

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles