web page hit counter
Jumat, 22 November 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Gereja Diaspora dan Plural

2.3/5 - (3 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Dalam wilayah kepulauan, Keuskupan Pangkalpinang ingin menjadi “Gereja Partisipatif”. Inilah spirit warisan almarhum Mgr Hilarius Moa Nurak SVD.

Hari-hari ini, tepatnya sejak Selasa, 25 Juni 2017, Keuskupan Pangkalpinang menjadi sorotan Gereja Katolik di Indonesia. Pasalnya, mulai hari itu, Vatikan mengumumkan nama Romo Adrianus Sunarko OFM sebagai Uskup Pangkalpinang yang ketiga. Mgr Sunarko melanjutkan sejarah episkopal, usai uskup sebelumnya, Mgr Hilarius Moa Nurak SVD meninggal pada 29 April 2017.

Berawal dari dekrit Quod Christus, Paus Yohanes XXIII mempromulgasikan Hierarki Gereja Indonesia pada 3 Januari 1961. Ketika itu, hierarki bermula dari 25 keuskupan. Salah satunya adalah Keuskupan Pangkalpinang. Ketika itu, keuskupan yang umatnya banyak dari kalangan perantau digembalakan Uskup pertama, Mgr Gabriel van der Westen SSCC. Gereja Pangkalpinang yang sebelumnya berstatus Vikariat Apostolik Pangkalpinang mendapatkan status kanonisnya dan mulai menjadi keuskupan.

Walau berdiri pada 1961, sejarah panjang Keuskupan Pangkalpinang dapat dihitung mulai pada 1853. Saat itu Romo Y.Y. Langenhoff mulai ditunjuk untuk bertugas di Sungai Selan, Bangka. Tempat inilah pos misi pertama di Indonesia, atau Hindia Belanda waktu itu. Di pos inilah, Gereja Katolik secara khusus melayani umat Katolik pribumi. Dalam hal ini, pribumi berarti umat yang bukan warga Belanda.

Gereja Perantau
Kronologi tersebut mengkomunikasikan bahwa sejarah Keuskupan Pangkalpinang berawal pada 1830. Sebab pada jejak itu, seorang awam melalui komitmen imannya, dan atas inisiatif sendiri, ia mulai menyebarkan iman Katolik di Pulau Bangka. Sosok itu adalah Paulus Tjen On Ngie. Tokoh yang satu ini berprofesi sebagai tabib. Ia berasal dari Tiongkok.

Baca Juga:  Buah-buah Sinode III Keuskupan Sibolga Harus Menjadi Milik Seluruh Umat

Terbentuknya komunitas umat pertama di Sungai Selan pada 1830 karena adanya perantau-perantau yaitu kulikuli kontrak tambang timah yang didatangkan dari Tiongkok. Lantas, pada era 1955-an, para perantau dari Flores melengkapi corak eklesiologis Keuskupan Pangkalpinang, sebagai Gereja para perantau.

Selama sekitar 30 tahun, umat di keuskupan ini hidup dalam iman dengan konsep Komunitas Basis Gerejani (KBG). “Melalui KBG inilah, umat Katolik yang terserak di pulau-pulau itu hidup harmoni dengan umat lain, dengan terang sukacita Injil,” terang Sekretaris Jenderal Keuskupan Pangkalpinang, Romo Ludgerus Oke.

Menurut Romo Oke, KBG adalah a new way of being Church, suatu pemahaman yang dikembangkan secara brilian oleh mendiang Mgr Hilarius. Sebab melalui KBG, umat menjadi bagian integral dari masyarakat dan Gereja, tidak menjadi pulau sendiri dengan egoisme dan primordialisme. “Wajah yang terkonstruksi dalam KBG begitu plural, dan itulah menjadi dasar bagi umat Allah untuk lebih mudah menjaga harmoni dalam pluralitas di tengah dunia,” ujar Romo Oke.

Dalam lingkup hubungan antaragama, Romo Agustinus Pramodo menjadikan KBG-KBG sebagai sekolah untuk belajar pluralisme. Usaha ini terlebih dijalankan melalui Komisi Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan (HAAK). Ia gigih membangun kerjasama nan harmoni dengan Gerakan Pemuda Ansor dari Nahdlatul Ulama, Bangka Belitung. Di situlah Ansor tidak hanya menjadi partner, tetapi juga bagian dari ketetanggaan sebagai anak-anak Bapa. Kerjasama ini semakin dimatangkan dalam Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Bangka Belitung dan Kepulauan Riau.

Sedangkan dalam komunikasi antarbudaya, melalui Komisi Komunikasi Sosial (Komsos), Romo Fransiskus Xaverius Hendrawinata memberi ruang kepada sastrawan Babel untuk memanggungkan karya sastra pantun buah karya mereka. Sastrawan yang kebanyakan beretnis Melayu ini diberi kesempatan untuk on air di Radio Palupi dan Citra FM. Komsos juga menyiapkan Sanggar Palupi untuk dialog budaya lewat tari-tarian.

Baca Juga:  Keuskupan Sibolga Lima Tahun ke Depan

Pastoral Partisipatif
Keuskupan Pangkalpinang disebut juga Keuskupan Seribu Pulau. Wilayah geografisnya terdiri dari banyak pulau dan mencakup Provinsi Bangka Belitung dan Kepulauan Riau. Hal ini juga yang menjadikan Mgr Hilarius sampai mendapat julukan “Bishop of the Sea”. Setelah Sinode kedua Keuskupan Pangkalpinang pada 2011, diputuskan untuk membagi daerah penggembalaan menjadi dua teritori, yakni Kevikepan Bangka Belitung dan Kevikepan Kepulauan Riau.

Pada 1990-an di Pulau Bangka hanya terdapat empat paroki, yakni Paroki Katedral Pangkalpinang, Paroki Sungailiat, Paroki St Perawan Maria Di kandung Tanpa Noda Belinyu, dan Paroki St Perawan Maria Pelindung Para Pelaut Mentok. Lantas, memasuki tahun 2000-an, Paroki Katedral St Yosep Pangkalpinang melahirkan dua paroki baru, yakni Paroki Fransiskus Xaverius Koba (2003) dan Paroki St Bernadeth Pangkalpinang (2007).

Hingga kini, di Pulau Belitung hanya terdapat satu paroki yang berpusat di Kota Tanjung Pandan. Awalnya, pusat paroki bukan di Tanjung Pandan, tetapi di Kota Manggar (kini ibukota Kabupaten Belitung Timur). Dengan alasan pengembangan Gereja, para imam yang berkarya waktu itu, memindahkan pusat pastoral pada 1966.

Tak banyak imam tarekat yang berkarya di Keuskupan Pangkalpinang (lihat boks). Begitu juga dengan tarekat suster dan bruder. Lantas, untuk membangun strategi komunikasi pastoral yang menghubungkan pulau-pulau itu, melalui Sinode II, Keuskupan Pangkalpinang menetapkan “Gereja Partisipatif” menjadi visi pastoralnya.

Baca Juga:  Keuskupan Sibolga Lima Tahun ke Depan

Visi pastoral ini, menurut Romo Oke, terhitung luar biasa, dan akan menjadi lebih aplikatif dalam torehan kegembalaan Mgr Adrianus Sunarko OFM ke depan. “Selama ini, KBG masih dalam batasan metodologis. Saya yakin, dengan kehadiran Mgr Sunarko, KBG akan terlihat aplikatif sesuai konteks umat dan menjadi semangat hidup,” pungkas Romo Oke.

Keuskupan Pangkalpinang

Prefektur Apostolik Banka-Biliton (27 Desember 1923)
Theodosius Jan J. Herkenrath SS.CC (18 Januari 1924-1928)
Vito Bouma SS.CC (29 Mei 1928-19 April 1945)

Vikariat Apostolik Pangkalpinang (8 Februari 1951)
Mgr Nicolas Pierre van der Westen SS.CC (8 Februari 1951-3 Januari 1961)

Keuskupan Pangkalpinang (3 Januari 1961)
* Mgr Nicolas Pierre van der Westen SS.CC (3 Januari 1961-11 November 1978)
* Mgr Hilarius Moa Nurak SVD (30 Maret 1987-29 April 2016)
* Mgr Yohanes Harun Yuwono (Administrator Apostolik, 29 April 2016-28 Juni 2017)
* Mgr Adrianus Sunarko OFM (terpilih 28 Juni 2017, ditahbiskan 23 September 2017)

Luas Wilayah: 30.442 kilometer persegi

Tarekat Imam : Missionarii a Sacra Familia (MSF), Kongregasi Hati Kudus Yesus dan Maria (SSCC), dan Societas Verbi Divini (SVD)

Tarekat Suster : Suster Abdi Kristus (AK), Suster St Fransiskus Charitas (FCh), Suster Dina Keluarga Suci (KKS) Pangkalpinang, Suster Fransiskan St Elisabet (FSE), Suster Jesus Maria Joseph (JMJ), dan Suster Misi Abdi
Roh Kudus (SSpS).

Tarekat Bruder : Bruder Budi Mulia (BM)

Pastor Stefan Kelen
Imam Diosesan Pangkalpinang

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles