web page hit counter
Jumat, 22 November 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

UNPAR Akan Lebih Baik Dari Sekarang, Kok Bisa?

5/5 - (2 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Ia tak percaya dirinya terpilih sebagai rektor. Ia ingin menggerakkan segala potensi dari yang “good” menjadi “great”. Semua itu perlu kehendak baik, kerja sama, kreativitas, dan kerja keras.

Ia terdiam, ketika tahu dirinya terpilih sebagai Rektor Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung, Jawa Barat. “Kok bisa?” Hanya itu yang mampu ia ucapkan saat mendengar kabar itu, akhir Maret lalu. “Saya merasa tidak pantas,” ujarnya lagi. Setelah pengumuman itu, selama dua pekan, ia mencoba menata dan mengelola hati serta pikiran.

Dalam kebimbangan itu, sebuah panggilan telepon datang. Di seberang telepon terdengar suara Uskup Bandung Mgr Antonius Subianto Bunjamin OSC. Mgr Anton berusaha memberi peneguhan. “Mgr Anton mengatakan kepada saya bahwa ini kesempatan untuk melakukan sesuatu yang baik bagi Unpar.” Hingga kemudian, ia menyatakan, “Ya, saya siap jika tugas ini diberikan kepada saya!”

Bonifasius Magandar Situmorang terpilih sebagai Rektor Unpar Bandung periode 2015-2019. Ia menggantikan rektor sebelumnya Profesor Robertus Wahyudi Triweko. Sebelum terpilih sebagai rektor, Mangandar adalah Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unpar. Selama lima tahun ke depan, adik kandung Uskup Padang Mgr Martinus Dogma Situmorang OFMCap ini akan menjadi nahkoda lembaga pendidikan tinggi milik Keuskupan Bandung.

Tantangan Unpar
Unpar, di mata Mangandar, memiliki tantangan yang serupa dengan lembaga pendidikan tinggi Katolik yang lain. Saat ini, Unpar telah dinilai masyarakat sebagai salah satu universitas terbaik di Jawa Barat. “Tapi saya mengatakan, Unpar masih memiliki potensi yang lebih baik, bahkan hebat. Unpar mesti bergerak from good to great. Itu yang ingin saya lakukan!” tegas Mangandar saat ditemui di sela-sela acara pelantikannya, akhir Juni lalu di Bandung.

Universitas yang memiliki sesanti Bakuning Hyang Mrih Guna Santyaya Bhakti,  berdasarkan ketuhanan menuntut ilmu untuk dibaktikan kepada masyarakat ini, telah memiliki segala kebaikan. Namun, bagi Mangandar, sesuatu yang baik saja tidaklah cukup, masih dibutuhkan orang-orang yang bersedia bekerja keras, yang penuh kreativitas, serta memerlukan daya kolaborasi atau kerja sama. “Unpar memiliki potensi. Jika dikelola dengan baik, Unpar akan jauh lebih baik. Akan menjadi A Great Unpar, ” ujar pria kelahiran 30 September 1964 ini.

Selain itu, menurut penggemar sepakbola ini, Unpar mesti terus menjaga kehadiran di tengah masyarakat sebagai lembaga yang mencerdaskan generasi muda. Pencerdasan ini tak hanya terkait dengan ilmu pengetahuan, tetapi juga transformasi nilai-nilai. “Ini tantangan yang melekat dalam panggilan Unpar. Pendidikan itu kan bukan bisnis, melainkan sebuah panggilan. Unpar harus ada dan terpanggil untuk pelayanan pencerdasan masyarakat.”

Pada awal kepemimpinan di Unpar, Mangandar berharap, bisa melakukan yang terbaik bagi komunitas Unpar. “Saya ingin Unpar lebih dilihat, lebih dipandang, dan diakui. Dan saya percaya ini bukanlah usaha dari pribadi saya semata. Pasti perlu usaha kolektif dengan semua pihak, yang tidak hanya berkehendak baik, tapi juga memiliki kreativitas dan kerja keras,” kata suami Susana Ani Berlyanti ini.

Nakal dikit
Mangandar lahir sebagai anak ke-10 dari 15 bersaudara. Ia tumbuh dan besar dalam keluarga Katolik yang sederhana. Ayahnya seorang guru agama di daerah Palipi, Samosir, Sumatera Utara. Sementara sang bunda mencukupi hari dengan bertani. Rumahnya berjarak sepelemparan batu dengan gereja. Ini membuat Mangandar mesti rajin ke gereja. Apalagi ayahnya seorang guru agama. Ia amat mengenal para imam dan suster yang berkarya di gereja tersebut. Kedekatan dengan aktivitas gereja, menumbuhkan benih panggilan dalam hati Mangandar. Ia ingin menjadi seorang imam.

Selepas sekolah dasar, ia mengikuti jejak sang kakak, masuk seminari di Pematangsiantar. “Di seminari, saya mulai nakal dikit,” kenangnya. Namun, setelah ditempa selama enam tahun di seminari, ia memilih menanggalkan cita-cita menjadi imam. Ia memilih meneruskan kuliah di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Selama kuliah di tanah rantau, ia sempat tinggal di asrama Realino, namun setelah beberapa waktu Mangandar memutuskan keluar dari Realino.

Setelah menggenggam gelar sarjana Hubungan Internasional, Mangandar ingin meniti karir sebagai diplomat di Kementerian Luar Negeri. Tapi, cita-cita ini kandas. Ia justru melamar sebagai dosen di Unpar. Ia diterima sebagai dosen tetap Unpar sejak 1989. “Sebagai dosen, semua berjalan seperti biasa. Tidak ada yang luar biasa. Saya hanya mencoba menekuni dunia dosen,” ucap umat Paroki St Ignatius Cimahi, Bandung ini.

Menjadi rektor di sebuah lembaga pendidikan tinggi, bukanlah cita-cita Mangandar. Selama ini, ia amat menikmati profesi sebagai seorang dosen. Selain mengajar, ia memang beberapa kali menduduki jabatan struktural di Unpar. Ia pernah menjabat sebagai Wakil Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unpar. Ia juga pernah di daulat menjadi Ketua Pusat Kajian Parahyangan Centre for International Studies (PACIS). Selain mengajar dan melakukan penelitian tentang resolusi konflik, organisasi internasional, serta politik Indonesia, Mangandar juga aktif menulis di jurnal akademik dan surat kabar. Iapun bergiat dalam Asosiasi Ilmu Hubungan Internasional (AIHI), Community of East Asia Scholars  (CEAS), dan Forum Akademisi untuk Papua Damai.

Dalam meniti kehidupan ini, Mangandar selalu berpegang kepada prinsip, “Selalu menjadi lebih baik.” Selain itu, ia juga selalu terinspirasi akan kehidupan St Fransiskus Assisi.

Bonifasius Mangandar Situmorang
TTL : Toba, Samosir, Sumatera Utara, 30 September 1964
Istri : Susana Ani Berlyanti
Anak : Yashinta Anna-Maria Easteefany, Yoshua Paradigma, Gratia Maria Tama Andarani

Pendidikan:
• Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
• Curtin University of Technology Australia
• Murdoch University Australia

Pekerjaan:
• Dosen Ilmu Hubungan Internasional Unpar
• Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unpar
• Rektor Unpar

Y. Prayogo
Laporan: Aprianita Ganadi

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles