HIDUPKATOLIK.com – Seminari bukanlah tempat perlindungan bagi mereka yang memiliki “masalah psikologis”, atau mereka yang tidak berani “melanjutkan hidup”. Seminari adalah tempat di mana seseorang mengembangkan panggilan hidup mereka, mendapat pemahaman mendalam tentang Injil, Ekaristi, dan doa. Demikian ucapan Paus Fransiskus saat menerima para seminaris dari Kolese Kepausan Leonine, Keuskupan Anagni, April, 2014. Bapa Suci menekankan, “Para seminaris bukan disiapkan untuk sebuah profesi, bukan berlatih untuk bekerja dalam bisnis atau organisasi birokrasi.”
Sebelum digelar Konsili Trente (1545-1563), praktis kata “seminari” tak ada dalam khazanah Gereja Katolik. Salah satu pembicaraan dalam Konsili Trente adalah tentang pembinaan calon imam. Menyadari begitu penting peran imam dalam Gereja, maka diperlukan suatu program, disiplin, dan langkah yang jelas dalam formasi atau pendidikan para calon imam dalam suatu tempat yang kemudian disebut seminari. Kata “seminari” berakar dari bahasa Latin “seminarium” yang berarti tempat pembibitan; tempat persemaian benih.
Jauh sebelumnya, ada tradisi untuk memisahkan anak-anak yang nampak memiliki panggilan khusus untuk ikut serta mewartakan Injil. Biasanya, mereka dipisahkan dari orangtuanya untuk dididik secara khusus di tempat yang khusus pula. Pemisahan dari orangtua ini untuk memupuk dan mematangkan panggilan yang sudah bersemi dalam hati mereka.
Yesus menjadi model seminaris sejati. Dia yang diutus Allah ke dunia demi keselamatan manusia dan mewartakan Kerajaan Allah, pun mesti melalui suatu masa persiapan. Ia ditempa oleh orangtua-Nya, Yusuf dan Maria, serta menjalani masa persiapan sebelum melaksanakan misi luhur Allah. “Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia (Luk 2:52).
Pembinaan di seminari harus mengarahkan dan mendukung para seminaris yang masih sangat muda agar memahami panggilannya. Seminari bukan terutama menjadi tempat bagi para seminaris mendapat kepastian akan panggilannya. Seminari menjadi tempat untuk melihat, memahami, dan mempelajari tanda-tanda panggilan yang sebenarnya, melalui bimbingan para pembina. Seminari juga menjadi wahana untuk menempa orang muda agar unggul dalam intelektual, unggul dalam emosional, unggul dalam hidup rohani, dan unggul dalam hidup sosial.
Proses formasi di seminari mestinya diabdikan kepada panggilan Allah, agar para seminaris belajar melihat, mendengarkan, memahami, dan menumbuhkembangkan panggilan-Nya. Para seminaris bagai kuncup bunga yang akan berkembang, dan diharapkan kuncup-kuncup panggilan itu mekar menjadi bunga serta menghasilkan buah-buah rohani bagi semua orang. Sehingga mereka dimampukan menjadi alat untuk mewartakan Sabda Allah kepada umat.
Para seminaris lahir dari rahim umat. Ketika panggilan mereka berbuah, umat pun akan ikut merasakan buah-buahnya. Dukungan umat menjadi hal yang penting dalam proses pendidikan di seminari, agar seminari sungguh-sungguh menjadi lahan bagi orang muda untuk mengembangkan panggilan suci.
Redaksi