HIDUPKATOLIK.COM-Sejumlah pastor menggelar pertemuan dengan Uskup Ruteng, Mgr Hubertus Leteng pada Senin sore, 12 Juni 2017.
Pertemuan yang sedianya dilakukan pada pagi hari ini, untuk membahas dinamika yang terjadi di internal Gereja Keuskupan Ruteng.
BACA SEBELUMNYA: Terkait Kekisruhan di Keuskupan Ruteng, Ini Sebenarnya yang diharapkan para Imamnya
Dalam keterangan pers usai pertemuan tersebut, Mgr. Hubert, tidak banyak berkomentar.
Mgr. Hubert menjelaskan beberapa permasalahan yang terjadi di internal keuskupan. Beliau mengatakan jika ada kekurangan tentu harus dipelajari untuk diperbaiki.
“Hal yang menjadi kekurangan harus menjadi pelajaran, yang memang merupakan kemajuan ditingkatkan saja,”ujarnya.
Sedangkan terkait isu sejumlah imam yang menyatakan hendak mundur dari sejumlah jabatan, Mgr Hubert menjelaskan keputusan seperti itu, hak setiap orang. Namun ia menjelaskan hal seperti itu, tentu sesuatu yang tidak diinginkan.
BACA JUGA: Anda Pasti Belum Tahu! Ruteng Ternyata Kota Seribu Biara Penuh Keindahan
“Setiap orang punya hak. Kita memang mengharapkan tidak seperti itu. Sangat tidak mengharapkan. Kita harus mencintai Gereja. Gereja itu menjadi komitmen. Persatuan Gereja, komunio, itu menjadi komitmen. Kita sama sekali tidak menghendaki ada yang meninggalkan tugasnya, tidak membantu umat,”ujarnya.
Sementara terkait adanya desakan yang meminta dirinya mundur dari Uskup, Mgr Hubert menegaskan tidak menyetujui dengan desakan tersebut.
“Saya tidak menyetujui. Kalau ada satu dua orang yang dari permenungan mendalamnya memutuskan mundur, kita hargai pilihan bebas orang tersebut,”ujarnya.
Akhirnya Mgr Hubert dengan tegas berpesan untuk tidak membuat kegaduhan lagi.
“Kalau kamu mencintai Gereja, kamu harus menciptakan kesejukan bagi umat,” ucapnya.
Norben Syukur
Ketika imamat mulai diberi spirit demokrasi dan politik sebagai jenis ancaman baru untuk sebuah perubahan, maka hierarki gereja akan seperti mahasiswa yang belajar demo dan membuat kubu-kubu utk gosip murahan. Apakah hal itu yg benar-benar diinginkan utk sebuah pembaharuan. Sebagai satu keluarga, apakah anak-anak harus berisik seperti itu utk bisa dialog hati ke hati. Sebagai gembala, Bapa, apakah harus menunggu kegaduhan seperti itu baru mau mendengarkan?
Imam diosesan merupakan partisipasi bebas secara sadar untuk mengambil bagian dalam imamat uskup. Jika ada upaya pembaharuan, bukalah dialog yang bersahabat dari hati ke hati. Bila perlu ada waktu yang cukup untuk saling mendengarkan. Tinggalkan ego masing-masing. Singkirkan badai saling mendiskreditkan karena ingin menang sendiri. Memang sangatlah tidak elok jika kami (awam) harus menasehatimu. Bukankah Yesus sendiri telah mengajarkan kepada kita semangat untuk saling mengampuni? Maukah kemelut ini harus menjadi tontonan?
NEKA NGGO KALI: ‘ULAR LELENG MBANGI, MBANGI LELENG ULAR!!!harapannya: para gembala, setelah kasus ini selesai, mesti benar-benar mengedepankan kejujuran, kebenaran, kesejahteraan umum dan pertobatan.jangan sampai, umat menanggalkan baju…he…..heee….jaga toe tiba jabatan ketua KBG, pengurus dewan paroki dan seterusnya