HIDUPKATOLIK.com – Selama memimpin Gereja, ia gigih memerangi berbagai macam bidaah. Ia dikenal sebagai pribadi yang enerjik dan pemimpin yang berlimpah talenta.
Seorang Diakon Roma, Innocentius terpilih menjadi Uskup Roma. Pemilihan ini terjadi setelah Paus Anastasius I wafat pada Desember 401. Sebelum diangkat menjadi Paus, sangat sedikit informasi yang diketahui tentang dirinya.
Paus Innocentius I berasal dari Albano, Campania, Italia. Konon, ia adalah putra Paus Anastasius I (†401). Ia tumbuh di lingkungan klerus Roma, dan sejak muda sudah mendedikasikan dirinya untuk Gereja.
Tegakkan Ajaran
Sejak sebelum menjadi Paus, semangatnya untuk membela iman Kristiani dan menegakkan disiplin gerejani sudah terlihat. Tak heran, jika setelah bertakhta, Paus Innocentius I begitu bersemangat melanjutkan cita-cita luhurnya. Ia secara terang-terangan mengambil alih beberapa gereja di Roma dari kaum Novatianisme.
Novatianisme adalah sekte yang diajarkan oleh Novatian (200-258), seorang imam yang menjadi antipaus pada 251-258. Ia menolak orang-orang yang ingin kembali ke pangkuan Gereja karena sebelumnya telah menyangkal imannya atau murtad. Selain murtad, ada beberapa dosa yang tidak dapat diampuni, seperti pembunuhan, perzinahan, dan penyembahan berhala. Sinode Roma (251) mengutuk ajaran ini, serta mengekskomunikasi Novatian dan pengikutnya, karena menolak hak dan otoritas Gereja dalam pengampunan dosa (Sakramen Tobat).
Selain itu, Paus Innocentius I dengan berani mengusir salah satu tokoh besar Photinianisme, Markus keluar dari Roma. Photinianisme adalah bidaah yang muncul pada abad IV, menolak inkarnasi Yesus Kristus. Konsekuensinya, ajaran ini menyangkal keallahan Yesus. Ajaran ini diinisiasi Photinus (†376), Uskup Sirmium (kini Keuskupan Ðakovo-Osijek, Kroasia), di Regio Pannonia Secunda (kini meliputi sebagian wilayah Serbia, Kroasia, dan Bosnia-Herzegovina). Photinus dikutuk dan diekskomunikasi dalam tiga Sinode Sirmium tahun 345, 347, dan 351.
Bersama Kaisar Honorius (384-423),
Paus Innocentius I menerbitkan dekrit pada 22 Februari 407, tentang perlawanan pada beberapa bidaah. Pertama, Manikeisme, yaitu sistem agama yang didirikan oleh Mani (216-274) di Persia sekitar paruh kedua abad III. Mani mengajarkan, bahwa dalam kehidupan ini, selalu terjadi konflik permanen, antara kekuatan terang dan kekuatan gelap. Ajaran ini menggabungkan beberapa konsep, seperti dualisme Zoroaster, etika Budhisme, mitos-mitos Babilonia kuno, dan Kristianitas, tetapi menolak konsep “dosa” dalam agama Kristen. Maka, Gereja menilainya sebagai bidaah.
Kedua, Montanisme, yaitu bidaah yang diajarkan oleh Montanus, seorang imam pada sekitar abad II di Asia Kecil, terutama di Phrygia, Anatolia (kini masuk teritori Turki). Montanus (†195) mengklaim dirinya sebagai “Nabi Baru” yang menerima wahyu langsung dari Roh Kudus. Ia bernubuat bersama dua kolega perempuannya, Priskilla dan Maximilla, yaitu kiamat akan segera tiba dan Yerusalem akan dibangun baru di Pepuza, sebuah desa di Phrygia. Maka, pengikutnya diwajibkan hidup sederhana, wadat, berpuasa lebih lama, dan dilarang menolak mati syahid. Ajaran ini berkembang di Asia Kecil dan Afrika utara. Mereka menerima perempuan sebagai imam dan uskup.
Ketiga, Priscillianisme, yaitu bidaah yang berkembang sekitar abad IV-VI di Semenanjung Iberia (Eropa Barat Daya, yang meliputi Spanyol dan Portugal, termasuk Andorra dan sebagian wilayah Perancis). Pencetus aliran ini adalah Priscillian (340-385), Uskup Avila, Spanyol, yang mengadopsi aliran Gnostik-Manikeisme yang diajarkan oleh Markus, seorang asketis dari Memphis yang berdarah Yunani.
Priscillianisme menitikberatkan pada pola hidup asketis ketat, sebagai jalan memperoleh keselamatan. Bidaah ini dikutuk oleh Sinode Zaragoza (380) di Spanyol, yang digelar oleh para uskup di Spanyol dan Aquitaine (daerah di Perancis). Priscillianisme mengajarkan, bahwa Komuni Suci yang diterima dalam Ekaristi harus dimakan di rumah, perempuan harus ikut laki-laki berdoa, berpuasa pada hari Minggu dan Hari Raya Natal, dan lebih baik bermeditasi di rumah atau di gunung pada Masa Prapaskah, daripada mengikuti ibadah atau Misa di gereja. Mereka juga menolak kisah penciptaan dalam Perjanjian Lama, tetapi menerima kitab-kitab aprokrif sebagai sumber ajaran.
Wibawa Kepausan
Pada masa kepausannya, Roma diserbu oleh bangsa Goth dibawah Raja Alariks I (370-410), raja pertama dari Dinasti Balti (395-531) yang menjadi pengikut Arianisme. Invasi pertama terjadi sekitar tahun 401. Raja Alariks I memaksa agar rakyat Roma menjadi perantara hubungan damai dengan Kaisar Romawi, Honorius (384-423). Satu delegasi berangkat ke Ravenna untuk menemui Kaisar Honorius. Paus Innocentius I pun ikut bersama rombongan bertemu kaisar. Delegasi ini gagal meyakinkan kaisar untuk menjalin hubungan damai dengan Raja Alariks I. Akibatnya, serangan bangsa Goth atas Roma tak terhindarkan. Bapa Suci bersama rombongan pun tidak dapat masuk Kota Abadi. Roma berhasil dikuasai bangsa Goth pada 410. Dengan diplomasi, Bapa Suci akhirnya berhasil kembali ke Roma.
Ketika naik takhta, Paus Innocentius I menjadi penguasa Gereja Universal, baik Barat maupun Timur. Ia mengirimkan surat kepada Mgr Anysius, Uskup Agung Thessalonika (384-407) mengenai inagurasinya sebagai Uskup Roma dan menegaskan otoritasnya sebagai Pemimpin Gereja Tertinggi. Otoritas itu merupakan warisan dari Paus Damasus (304-384) dan Paus Siricius (334-399) ketika memberi restu kepada Uskup Agung Thessalonika sebagai Vikaris Uskup Roma yang memiliki previlese menentukan pengangkatan para uskup di wilayah Illyricum. Illyricum adalah daerah di sebelah barat laut Semenanjung Balkan atau di pantai timur Laut Adriatik (kini meliputi daerah Albania Utara, Kosovo, Montenegro, Bosnia-Herzegovina, pesisir pantai Kroasia, Serbia dan sebagian kecil Hungaria). Illyricum kini menjadi gelar Uskup Agung Tituler Siscia. Hak istimewa tersebut ditegaskan kembali dalam surat Paus Innocentius I kepada
Mgr Rufus, Uskup Agung Thessalonika (407-434) pada 17 Juni 412.
Paus Innocentius juga mempromulgasikan dekrit penting kepada Mgr Victricius (330-407), Uskup Rouen (kini Keuskupan Agung Rouen, Prancis) pada 15 Februari 404. Dekrit ini adalah jawaban atas beberapa pertanyaan Mgr Victricius terkait aturan dan disiplin Gereja. Isi dekrit meliputi aturan pentahbisan uskup, penerimaan orang menjadi klerus, aturan hidup sebagai klerus, pentahbisan klerus, hidup selibat, aturan hidup bagi para rahib dan rubiah, serta penerimaan kembali ke dalam Gereja para pengikut Novatianisme dan Donatisme yang bertobat. Paus pun menegaskan, bahwa isi dekrit itu juga berlaku secara universal dan mewajibkan seluruh uskup untuk menjalankannya.
Selain kepada Mgr Victricius, Paus Innocentius I menerbitkan dekrit yang mirip kepada para uskup di Spanyol, untuk mendukung dan meneguhkan perjuangan mereka menghadapi bidaah Priscillianisme. Surat yang berisi aturan dan disiplin gerejani juga dikirimkan kepada Mgr Exuperius, Uskup Toulouse (400-410) (kini Keuskupan Agung Toulouse Saint Bertrand de Comminges-Rieux, Prancis); para uskup di Macedonia; Mgr Decentius, Uskup Gubbio (416), Perugia, Italia; Mgr Felix, Uskup Nocera (412) (kini Keuskupan Assisi-Nocera Umbra-Gualdo Tadino, Italia); dan dua uskup di Inggris,
Mgr Maximus dan Mgr Severus.
Paus Innocentius I juga berhasil menyelesaikan persoalan dan konflik di wilayah Timur, yaitu di Kepatriarkan Antiokhia, Keuskupan Agung Konstantinopel, Kepatriarkan Aleksandria, Keuskupan Agung Yerusalem, serta dukungan terhadap Gereja di Afrika.
Selama bertakhta, Paus Innocentius berhasil membangun beberapa gereja. Misal, Bapa Suci mampu membangun Gereja St Gervasius dan St Protasius, dua martir dari Milan yang dibantai pada abad II. Pembangunan ini terjadi berkat bantuan Vestina, seorang janda kaya di Roma.
Paus Innocentius I wafat di Roma pada 12 Maret 417. Jazadnya dimakamkan di sebuah basilika di Katakombe Pontianus. Pasca wafatnya, Gereja menghormati Paus Innocentius I sebagai Santo. Peringatannya digelar tiap 28 Juli. Dia dikenang sebagai Paus yang sangat aktif dan enerjik, pemimpin yang berlimpah talenta, serta menjaga martabat kepausan dengan gigih. Dia sangat bersemangat memerangi berbagai bidaah demi kesejahteraan umat serta tegaknya ajaran dan disiplin Gereja.
R.B.E. Agung Nugroho