HIDUPKATOLIK.com – Semangat misi St Fransiskus kini perlu diaktualisasikan secara baru sesuai dengan situasi dan kondisi kita.
Guna menggali semangat karya misi Jesuit asal Navarra, Spanyol tersebut, dan untuk mengetahui langkah konkret karya misi Gereja Katolik di Indonesia berdasar semangat misi St Fransiskus Xaverius, HIDUP mewawancarai Pater Petrus Sunu Hardiyanto SJ yang pada 12 Maret 2014 ditunjuk Superior Jenderal Serikat Yesus (SJ) RP Adolfo Nicolas SJ menjadi Provinsial SJ Provinsi Indonesia. Ia berkenan menjawab wawancara melalui email, Kamis, 27/11. Berikut petikannya:
Apa yang dapat kita petik dari semangat misi St Fransiskus Xaverius untuk karya misi Gereja Katolik Indonesia?
Gereja Indonesia saat ini diutus untuk hadir dan membantu memberikan solusi pada tiga permasalahan utama negeri ini yakni: masih nyatanya kemiskinan masyarakat, masih adanya “jurang” antara orang kaya dan orang miskin, masih banyaknya masalah fundamentalisme agama, serta kerusakan lingkungan hidup yang melanda di setiap wilayah tanah air.
Oleh karena itu, kita dapat memetik semangat St Fransiskus Xaverius yang dengan berbekal jiwa besar ingin menyelamatkan jiwa-jiwa di tanah asing dengan pewartaan kabar gembira. Kita dapat belajar dari semangatnya yang antusias menyambut perutusan ke tempat yang tidak dikenalnya. Ia harus bertemu dengan banyak orang asing. Keberanian St Fransiskus Xaverius dalam menempuh dunia baru untuk berbagi pengalaman “diselamatkan” tersebut, merupakan dasar kokoh dari perjalanan misinya yang dapat kita terapkan untuk gerakan misi Gereja Katolik Indonesia selanjutya.
Bagaimana semangat misi St Fransiskus Xaverius tersebut dapat kita aktualisasikan pada zaman ini?
Belajar dari semangat St Fransiskus Xaverius, kita para murid Kristus di Indonesia perlu memberanikan diri menempuh cara-cara baru untuk menghadirkan keselamatan dan “Kerajaan Allah” atau Allah yang “Meraja” di segala aspek kehidupan Gereja dan masyarakat, terlebih dalam bidang pengurangan kemiskinan, mengembangkan keterbukaan supaya tidak jatuh dalam fundamentalisme sempit, dan juga terlibat dalam gerakan penyelamatan lingkungan hidup.
Keterlibatan sederhana setiap umat Katolik misalnya dalam sikap berani berbagi dengan yang berkekurangan. Keberanian umat untuk berbagi pengalaman iman baik dengan sesama orang Katolik maupun dengan sahabat-sahabat selain Katolik, dan keberanian untuk melakukan hal-hal kecil yang mempromosikan perhatian pada lingkungan hidup sekitar, sudah merupakan tantangan perutusan yang aktual di zaman ini. Melalui hal-hal sederhana seperti itu, kita bisa bersaksi bahwa “Kerajaan Allah” dapat dihadirkan pada zaman ini.
Misi zaman St Fransiskus Xaverius dimaknai sebagai sarana pembaptisan. Sekarang misi seperti itu oleh umat lain kadang dipandang sebagai “Kristenisasi”. Bagaimana cara kita menyikapinya?
Tuduhan “Kristenisasi” adalah setara dengan tuduhan “Islamisasi”. Kedua-duanya berasal dari rasa “takut”. Takut jumlah berkurang, takut pengaruh atau kekuasaan berkurang, atau juga takut kehilangan teman. Rasa takut inilah yang jauh lebih berbahaya dalam pengembangan pribadi maupun iman. Oleh karena itu, rasa takut itu perlu dibalik menjadi “berani”. Berani menghargai keindahan dan kebenaran dalam berbagai kekayaan iman dan agama lain.
Sikap ini sebenarnya menuntut kita untuk terlebih dahulu menemukan keindahan dan nilai iman Katolik kita. Oleh karena itu sangat perlu bagi kita, mencari jalan bersama-sama untuk semakin menggali kebenaran, keindahan, dan kedalaman iman kita. Begitu pula, kita ditantang untuk berani membantu sahabat-sahabat kita dari agama dan iman yang lain untuk juga menemukan nilai, kebenaran dan keindahan yang serupa. Kedalaman, keluasan, dan keterbukaan untuk menangkap perjalanan iman justru akan menjadikan orang lain aman dan tidak terancam. Inilah sikap dan strategi yang harus kita bangun: berani menemukan keindahan, kedalaman dan kebenaran iman kita dan berani pula menghargai keindahan, kedalaman dan kebenaran iman dan agama sahabat-sahabat kita.
A. Nendro Saputro