HIDUPKATOLIK.com – Ketika menginjak bangku SD, Antonius Subianto Bunjamin tidak pernah berpikir untuk menjadi Pastor. Bahkan sampai SMP, Anton bercita-cita menjadi arsitek.
Anton kecil dikenal supel dalam berteman. Waktu duduk di bangku SD ia memiliki banyak teman kelas orang Sunda beragama Islam yang berasal dari kampung sekitar sekolah dan tempat tinggalnya. Ia suka bermain dengan teman sekolahnya ke sungai atau cari belut di sawah.
Karena badannya lebih kecil dibandingkan kawan-kawan sepermainannya, Anton mendapat julukan Beke (ayam kate dalam bahasa Sunda). Biarpun kecil, Anton gesit dan suka olahraga. Pernah suatu kali ia menjadi kiper dalam ajang kejuaraan sepakbola tingkat RT dalam rangka 17 Agustusan. Berkat ketangkasannya menjaga gawang, timnya menang. Ia kemudian diangkat ramai-ramai oleh teman setim, diarak keliling lapangan. “Teman-teman saya yang mayoritas Sunda sangat akrab dan tidak membedakan biarpun saya Chinese,” ungkapnya.
Panggilan Tumbuh
Namun sejak kelas empat SD, setelah menjadi misdinar dan anggota Legio Mariae di Paroki St Odilia, Cicadas, Bandung, kegiatan rutin Anton berubah. Ia kemudian sering tugas misdinar dan ke gereja setiap pagi dengan mamanya, Agnes Enywati, yang kerap disapa Agnes. Hal inilah yang menumbuhkan panggilannya. Bahkan, ketika tidak bertugas misdinar pun ia ke gereja. Ia sering menggantikan temannya yang tak datang tugas misdinar. Kadang, Anton juga diminta membaca bacaan.
Benih panggilan Anton nampaknya juga terdorong oleh keluarganya yang religius. Papanya, Mathias Bunjamin, rajin mengajak anak-anaknya ke gereja. Selain itu, papanya juga rajin berdoa harian di depan patung Bunda Maria yang ada di rumah. Bersama saudara-saudarinya, Anton kadang main “misa-misaan”. “Kami enam bersaudara, biasa main ‘misa-misaan’. Yang bertugas memimpin bergantian. Kasulanya adalah selimut dan hostinya kue Haw Fe,” kisah kakak sulung Anton, Fransiscus Janto Bunjamin kepada HIDUP ketika berkeliling ke empat rumah kontrakan yang pernah menjadi tempat tinggal keluarga Mathias Bunjamin, Kamis, 31/7. Janto pernah menikmati pendidikan di Seminari Menengah Cadas Hikmat, Pasir Kaliki, Bandung. Namun ia keluar pada tingkat akhir.
Ketika hampir lulus SMP, Anton hendak masuk SMA Negeri 5, Bandung. Ketika akan mendaftar, ia bertemu dengan Pastor Paroki St Odilia Cicadas, RP Agustinus Made OSC yang juga pendampingnya sebagai misdinar paroki. Pastor Made menawari Anton masuk Seminari Menengah Mertoyudan. “Udah, kamu daftar sekarang, daripada semangat panggilannya hilang,” kata Pastor Made dengan sedikit memaksa waktu itu.
Tawaran tersebut ia terima. Namun, ketika disampaikan kepada mamanya, Anton tidak diijinkan. “Mama tidak mau malu, kalau kamu keluar seperti Janto,” ucapnya ketika Anton menyampaikan niatnya. Sang mama yang dibaptis waktu mengandung Anton, masih trauma dengan kakak sulungnya yang baru saja keluar dari Seminari.
Seminggu kemudian, Anton datang kembali, membawa formulir pendaftaran yang sudah diisi. Ia meminta mamanya untuk tanda tangan dan Agnes pun luluh. “Sebetulnya Mama setiap pagi berdoa supaya anaknya ada yang jadi pastor. Tapi, Mama takut. Kalau Anton keluar, Mama jadi malu dua kali,” ujar bundanya sambil membubuhkan tanda tangan.
Benih Panggilan Disemai
Di Mertoyudan motivasi panggilan Anton terus berkembang. Sebelumnya, adiknya yang bungsu menyangsikan Anton bisa jadi pastor. Ejekan itu menjadi penyemangat bagi pemuda Anton. Ia ingin membuktikan bahwa ia bisa. Akhirnya, Anton menemukan motivasi yang sampai sekarang menyemangati panggilannya yaitu: ia merasakan pengalaman dicintai Tuhan. Sebagai anak kecil dan remaja, Anton merasa disayangi dan dicintai dalam hidup kesederhanaan. Tuhan begitu baik dan ia ingin membalas kebaikan Tuhan tersebut dengan menjadi imam. Lalu pada 1984, ia memilih moto yang menjadi penyemangat panggilannya, Ubi Ego Sum Ibi Deo Servio (Di Mana pun Saya Berada, Saya Akan Mengabdi Tuhan).
Di Mertoyudan, prestasi belajarnya menonjol. Ia selalu mendapat peringkat tiga besar. “Selain pandai, Anton juga senang berorganisasi,” kenang Pastor Kepala Paroki St Perawan Maria Sapta Kedukaan Bandung RP Basilius Hendra Kimawan OSC, teman Anton sejak SD hingga satu angkatan di Ordo Salib Suci (OSC) kepada HIDUP, Jumat, 1/8 . Di Seminari ini, menurut Pastor Hendra, Anton pernah terpilih sebagai Bidel angkatan KPP pada 1984 dan menjadi Bidel Umum (semacam ketua umum asrama) dan Ketua OSIS pada Juli 1986- Juli 1987, mengalahkan kandidat yang lebih senior.
Memilih OSC
Dari Mertoyudan, Anton memilih OSC atas desakan Pastor Made. “Anton dikirim ke Mertoyudan bukan untuk memperkuat Gereja lain yang sudah kuat. Gereja Bandung sungguh membutuhkan imam,” kata Pastor Made. Lalu Anton mengamini nasihat itu dan masuk OSC.
Di OSC, Anton mengikuti segala proses penggemblengan sampai pada 26 Juni 1996, ia ditahbiskan imam. Pastor yang memiliki hobi memelihara burung merpati, kenari dan ikan koi ini merasakan dukungan yang kuat dari mamanya yang sungguh polos. Setiap bertemu dengan umat, Agnes selalu meminta agar Pastor Anton didoakan. Saking polosnya, ketika Mgr Alexander Djajasiswaja, Uskup Bandung ketika itu, datang melayat ayahandanya yang meninggal pada 2003, Agnes meminta kepada Mgr Alex agar mendoakan Pastor Anton menjadi uskup. Setelah mengucapkan permintaan tersebut, Mgr Alex diam, walaupun tetap duduk di samping Agnes.
Setelah Bapak Uskup berpamitan, Pastor Anton bertanya kepada mamanya, kenapa ia tidak ngobrol dengan Mgr Alex. “Iya tadi juga ngobrol, lalu diam setelah mama minta agar Mgr Alex mendoakan Anton supaya bisa jadi Uskup,” kata mamanya seperti dituturkan Pastor Anton. Ketika itu, ia mengingatkan mamanya, “Mama, uskup itu diganti kalau sudah pensiun atau meninggal. Kalau mama minta seperti itu, berarti nyumpahin Mgr Alex supaya cepat pensiun atau meninggal.”
Ternyata doa Mgr Alex seperti diharapkan Agnes kini sudah terkabul. Pastor Anton kini sudah menjadi Uskup Bandung. Dukungan Agnes kepada Pastor Anton juga tampak dalam kegiatan rutinnya mengikuti misa yang dipimpin oleh anaknya. Setiap hari Sabtu, Agnes selalu bertanya di mana tempat Pastor Anton merayakan Ekaristi. Agnes selalu hadir dan duduk di deretan paling depan. Biasanya, Agnes selalu memperkenalkan diri kepada umat yang duduk di sebelahnya bahwa ia adalah mama dari pastor yang memimpin misa. Pernah beberapa kali datang umat memberikan bungkusan makanan sambil berkata, “Pastor, tadi saya duduk sebelah mama Pastor, lo…”.
Panggilan Pastor Anton di OSC berjalan lancar, hingga pada Juli 2010 ia terpilih menjadi provinsial OSC Indonesia. Setelah dua kali masa jabatan provinsial, Pastor Anton santer diisukan akan menjadi Uskup Bandung. Terutama setelah Mgr Pujasumarta diangkat menjadi Uskup Agung Semarang. Sehari setelah itu, Jenderal OSC menulis email kepadanya: “Saya khawatir dengan dipindahnya Mgr Puja ke Semarang. Kamu bisa saja akan dipilih menjadi uskup. Padahal, kamu sungguh dibutuhkan Ordo”.
Pastor Anton aktif di OSC, baik di Indonesia maupun tingkat pusat. Saking aktifnya, dalam setahun ia bisa empat sampai lima kali pergi ke generalat OSC di Roma. Selain menjadi provinsial OSC Indonesia, Pastor Anton juga duduk di Komisi Keuangan OSC dan sudah terbiasa menjadi panitia untuk urusan Ordo. Tahun ini sampai 2015, jadwalnyapun sudah penuh untuk kegiatan Ordo.
Dipanggil Nunsio
Manusia boleh punya rencana, tapi Tuhan menentukan lain. Pada 20 Mei 2014, Pastor Anton dihubungi sekretaris Nunsio. Ia diminta menghadap Mgr Antonio Guido Filipazzi di Jakarta. Karena sedang visitasi ke Medan, ia menyampaikan belum bisa datang hari itu. Pastor Anton baru bisa menghadap pada Sabtu 24 Mei 2014. Pagi itu, dari Medan ia menjadwalkan diri langsung ke Kedubes Vatikan di Jalan Merdeka Timur, Jakarta.
Sebelum mendarat, dalam penerbangan Medan-Jakarta, Pastor Anton membaca buku Evangeli Nuntiandi (EN). Kemudian ia terhenti agak lama ketika sampai pada kata-kata “Allah itu tidak pernah lelah mengampuni manusia, tapi manusia seringkali mudah lelah mencari belas kasih-Nya”. Ia tersentuh dengan kata-kata tersebut.
Sesampai di Bandara Soekarno Hatta, ia naik bus DAMRI menuju Stasiun Gambir. Dari stasiun ia jalan kaki menuju kedutaan. Ia tiba pukul setengah empat. “Jadi masih ada waktu setengah jam untuk menunggu,” ungkapnya.
Tidak berapa lama, ternyata Nunsio muncul lebih cepat. Ia bertanya kabar tentang kunjungannya ke Medan. Seusai itu, Nunsio bilang, “The Holy Father appoint you as a new bishop of Bandung”. Seketika itu Pastor Anton terdiam, pikirannya kosong. Ia tidak tahu mau omong apalagi. Ia mengira kedatangannya hanya akan ditanya tentang orang lain karena ia biasa ditelepon Nunsio maupun ditanya tentang orang lain. Dalam diam itu, kemudian tercetus kata-kata, “I am a servant of the Church, whenever the Church need me, I will make my self available. What ever the Holy Father ask me, I will do,” ujarnya kepada Nunsio.
Kemudian Pastor Anton diam tertunduk, ia mengira akan diminta untuk merenung terlebih dahulu dan diperbolehkan bicara dengan Jenderal OSC atau Mgr Ignatius Suharyo. Namun, Nunsio malah mengambil handpone dan menelepon seseorang. Ujarnya, “Your excellency, you have a new bishop of Bandung, He is in front of me.” Rupanya Nunsio sedang menelepon Mgr Suharyo. Mereka kemudian merencanakan tanggal pengumuman. Dipilihlah tanggal 3 Juni 2014. Tidak disangka, tanggal tersebut bertepatan dengan peringatan satu tahun meninggalnya mama Pastor Anton.
Seusai berbicara dengan Mgr Filipazzi, Mgr Suharyo minta berbicara dengan Pastor Anton. Dalam pembicaraan lewat telepon itu, Mgr Suharyo mengucapkan terima kasih dan siap mendukung Pastor Anton. Ia juga meminta Pastor Anton untuk mampir bertemu dengannya di Wisma Keuskupan Agung Jakarta (KAJ). Setelah telepon ditutup, Pastor Anton meminta izin untuk menghubungi Jenderal OSC. Namun, Nunsio tidak membolehkan. Ia berpesan agar Pastor Anton merahasiakan penunjukannya sebagai Uskup Bandung sampai Paus sendiri yang mengumumkan pada 3 Juni 2014.
Nunsio kemudian menyerahkan beberapa lembar kertas surat. Ia meminta Pastor Anton menyatakan terima kasih dan bersedia atas pemilihan ini kepada Paus. Pastor Anton menulis dengan singkat. Ia hanya butuh satu lembar untuk menjawabnya. Pertemuan diakhiri dengan berkat dari Nunsio. Seusai itu, Pastor Anton melanjutkan perjalanan bertemu Mgr Suharyo. Dalam perjalanan, Pastor Anton masih merasa bingung. Akibatnya, ia sempat salah jalan menuju lapangan Banteng sehingga sampai Wisma KAJ agak lama. Setelah bertemu Mgr Suharyo, Pastor Anton mendapat peneguhan.
Tanggal 3 Juni 2014, Paus Fransiskus mengumumkan secara resmi Uskup Bandung yang baru yaitu Mgr Antonius Subianto Bunjamin OSC. Ia pun mengisi kekosongan Uskup Bandung sejak Mgr Pujasumarta ditunjuk sebagai Uskup Agung Semarang pada 12 November 2010. Mgr Anton rencananya akan ditahbiskan pada 25 Agustus 2014 dengan pentahbis utama Mgr I. Suharyo dan pentahbis pendamping Mgr Pujasumarta dan Mgr Paskalis Bruno Syukur OFM.
Keuskupan Bandung
Wilayah Keuskupan Bandung terletak di bagian timur dan tengah Provinsi Jawa Barat. Luas wilayah 23.154,94 km persegi.
Selain kota dan kabupaten Bandung, wilayah Keuskupan meliputi Kabupaten Purwakarta, Karawang, Subang, Pamanukan, Indramayu, Cirebon, Kuningan, Tasikmalaya, Ciamis dan Garut.
Untuk memulai tugas pastoralnya, Mgr Anton ingin mengkonsolidasikan para imam diosesan dengan mengunjungi mereka di tempat karya masing-masing serta melakukan pembicaraan pribadi berkaitan dengan kesejahteraan spiritual, material, dan pastoral, serta memohon masukan. Maksudnya, agar ia bisa lebih mengenal para pastor yang berkarya di Keuskupan Bandung.
Selain itu, Mgr Anton juga akan mensosialisasikan visi pastoral yang terungkap dari logo Uskup: Ut Diligatis Invicem (Kasihilah seorang akan yang lain). Moto ini diangkat agar para imam yang berkarya di Keuskupan Bandung bersama umat mengikuti keprihatinan Gereja Universal sebagaimana diteladankan Paus Fransiskus untuk menjadi gembala yang murah hati, gembala yang berbau domba.
Mgr Anton juga akan membuat berbagai pedoman pelayanan supaya pastoral murah hati bisa terwujud. Meningkatkan pelayanan pastoral di berbagai bidang, terutama pendidikan, kaum muda, komsos, dan liturgi. Ia juga akan mengembangkan semangat berbagi, yang salah satu jalannya adalah membuat unit beasiswa untuk keluarga yang tak mampu secara ekonomi. Ia merasa keberhasilan program ini sangat ditentukan oleh kualitas semangat berbagi. Di balik semua harapan ini, Mgr Anton ingin agar Gereja Keuskupan Bandung menjadi Gereja yang berdoa dengan cara mendekatkan diri pada Tuhan, terutama lewat Ekaristi dan menjadi Gereja yang bertindak dengan memberi kesaksian profetis di tengah dunia.
Dalam penggembalaannya, Mgr Anton memilih moto pastoral tugas kegembalaan yang dipetik dari Yoh 15: 17. Ia memilih moto ini karena ia merasa bahwa perintah baru Yesus yang pertama adalah mengasihi satu sama lain sebagai pewujudan kasih akan Allah, dan yang kedua adalah kasih akan sesama seperti kasih pada diri sendiri. Ia berharap, jika saling mengasihi, maka kedamaian akan terjadi dan belas kasih akan muncul.
Seusai tahbisan, Mgr Anton akan mengunjungi paroki dan stasi, serta berjumpa dengan umat, termasuk mengunjungi komunitas-komunitas religius. Itulah langkah Uskup kelima Keuskupan Bandung. Mgr Anton juga boleh dibilang sebagai Uskup pertama yang berasal dari Bandung.
Mgr Antonius Subianto Bunjamin OSC
TTL : Bandung, 14 Februari 1968
Orangtua : Mathias Bunjamin (alm) dan Agnes Enywati (alm)
Saudara : Agustine Tinawati, Fransiscus Janto Bunjamin, Martinus Hunto Bunjamin, Antonius Subianto Bunjamin, Valentina Teniwati dan Lucia Fridawati.
Tahbisan Diakon : Kapel St Helena, Pratista, Bandung, Jawa Barat, 31 Januari 1996.
Tahbisan Imam : Paroki Laurentius, Sukajadi, Bandung, Jawa Barat, 26 Juni 1996.
Pendidikan:
• SD St Yusup, Cikutra, Bandung, 1974-1981
• SMP St Yusup, Cikutra, Bandung, 1981-1984
• SMA Seminari Menengah Santo Petrus Kanisius, Mertoyudan, Magelang, Jawa Tengah, 1984-1988
• Novisiat Ordo Salib Suci (OSC) 18 Juli 1988
• Studi Filsafat dan Teologi di Fakultas Filsafat Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, 1989 – 1995
• Semester Orientasi Pastoral di Paroki Yaho Sakor, Asmat, Agats, Papua, Juli – Des 1992
• Licensiat Filsafat di Universitas Katolik Leuven, Belgia 1 Oktober 1996 – 28 Juni 1998
• Doktoral Filsafat di Universitas Kepausan Lateran, Roma, Januari 2005 – Juli 2007
Karya:
• Diakon di Paroki Kristus Sang Penabur, Subang, Jawa Barat dan Paroki Maria Bunda Pembantu Abadi, Pamanukan, Jawa Barat, Januari – Juni1996
• Pastor di Paroki Kristus Sang Penabur, Subang, Jawa Barat dan Paroki Maria Bunda Pembantu Abadi, Pamanukan, Jawa Barat, Juni-September 1996
• Dosen Filasafat Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, Sejak Agustus 1998 • Pastor Mahasiswa Keuskupan Bandung 2000-2002
• Ketua UPTMKU Universitas Parahyangan Bandung 2001-2004
• Wakil Provinsial OSC Indonesia, 2001-2004
• Wakil Provinsial OSC Indonesia yang kedua, 2007-2010
• Ketua Jurusan Filsafat Universitas Parahyangan Bandung, 2007-2009
• Ketua Pengurus Yayasan Universitas Parahyangan Bandung, 2009-2010
• Provinsial OSC Indonesia Juli 2010-2013
• Terpilih lagi menjadi Provinsial OSC Indonesia, Juli 2013
A. Nendro Saputro
HIDUP NO.33, 17 Agustus 2014